kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Paling rasional, menaikkan harga BBM


Senin, 26 Desember 2011 / 16:26 WIB
Paling rasional, menaikkan harga BBM
ILUSTRASI. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 1,71% ke level 6.429,76 pada Rabu (20/1). Indeks saham LQ45 menguat lebih tinggi yakni 2,61%


Reporter: Herlina KD |

JAKARTA. Rencana pembatasan BBM bersubsidi oleh pemerintah per 1 April 2012 terlihat sulit diterapkan. Pasalnya, meski DPR telah memberikan tiga opsi pembatasan BBM bersubsidi, tapi opsi ini dinilai tidak akan efektif untuk bisa mengerem laju konsumsi BBM bersubsidi. Para pengamat menilai, opsi paling realistis adalah dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.

Pengamat energi Kurtubi menilai tiga opsi yang ditawarkan oleh DPR tidak akan efektif jika diterapkan. Alasannya, untuk bisa melakukan tiga opsi ini, butuh ongkos pengawasan yang tidak murah. Lagi pula, "Tak ada jaminan pengawasan ini bisa berjalan dengan baik," ujarnya Senin (26/12).

Kurtubi menyatakan tak setuju dengan ketiga opsi ini. Alasannya, “Orang Indonesia itu banyak akalnya, sehingga opsi ini tidak akan bisa berjalan efektif,” ujarnya pesimis.

Menurutnya, jika pemerintah mengambil opsi untuk melarang mobil berpelat hitam di Jawa - Bali menggunakan premium, itu sama saja memaksa masyarakat membeli pertamax yang harganya dua kali lipat. "Kalau mobil pelat hitam digiring ke pertamax, itu akan menaikkan pengeluaran 100%, akan memberatkan masyarakat dan berdampak pada kenaikan inflasi," jelas Kurtubi.

Padahal, di sisi lain masyarakat butuh dukungan kebijakan pemerintah yang bisa mendorong daya beli masyarakat sehingga ekonomi domestik tetap tumbuh di tengah ancaman krisis global.

Apa opsi paling efektif?

Kurtubi bilang, opsi yang paling efektif diambil pemerintah adalah dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. "Menaikkan harga BBM bersubsidi misalnya Rp 1.000 per liter itu justru paling efektif," ungkapnya.

Sepakat dengan Kurtubi, pengamat energi Priagung Rahmanto mengungkapkan menaikkan harga BBM bersubsidi Rp 1.000 per liter adalah keputusan yang paling memungkinkan. "Kalau pemerintah masih rasional, tahun 2012 nanti masih ada momentum untuk menaikkan harga BBM yaitu sekitar Maret - April. Jika tidak, momentum (menaikkan harga BBM) sudah tidak ada," jelasnya.

Priagung menambahkan, tiga opsi yang diberikan DPR tidak akan banyak membantu meredam pembengkakan subsidi. Ia mencontohkan, mengenai penerapan kartu kendali, misalnya dengan sistem Radio Frequency Identity (RFID) bagi kendaraan umum (pelat kuning). "RFID hanya akan berhasil dalam skala project kecil, kalau dalam skala nasional sulit diterapkan. Apalagi, sering kali peralatan RFID rentan mengalami kerusakan," katanya.

Menurut Priagung, sekarang saatnya pemerintah mengajak masyarakat untuk berpikir realistis, yaitu dengan memberikan pilihan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi Rp 1.000 per liter atau memaksa masyarakat pemilik mobil pelat hitam untuk membeli premium. "Begitu pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, maka pembatasan tidak perlu dilakukan," ujarnya.

Jika pemerintah tak mau mengambil opsi kenaikan harga BBM, Kurtubi bilang pemerintah harus fokus pada program konversi BBM ke gas. Setidaknya, program ini harus segera dilakukan untuk angkutan umum. "(program konversi BBM ke gas) Tidak akan memicu kenaikan inflasi karena harga BBG lebih murah ketimbang BBM," jelasnya.

Catatan saja, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar Satya W. Yudha mengungkapkan tiga opsi teknis pembatasan BBM bersubsidi. Pertama, semua kendaraan pribadi roda empat (mobil) se Jawa - Bali harus menggunakan BBM non subsidi alias pertamax. Opsi kedua, kata Satya adalah dengan memberlakukan harga keekonomian bagi premium. Tujuannya adalah membatasi jumlah subsidi yang diberikan kepada masyarakat.

Nah, opsi ketiga, kata Satya adalah dengan pembatasan BBM bersubsidi dengan menggunakan kartu kendali, misalnya Radio Frequency Identity (RFID) bagi kendaraan umum (pelat kuning). Hanya saja, untuk mengendalikan jumlah subsidi BBM yang dikeluarkan, pemerintah menetapkan volume maksimal yang diizinkan bagi satu kendaraan dalam penggunaan BBM bersubsidi.

Satya mencontohkan, bagi mobil angkutan umum, bisa pemerintah bisa membatasi volume konsumsi BBM bersubsidi maksimum 20 liter per hari. Jadi, "Jika konsumsinya lebih dari 20 liter, maka harus menggunakan harga keekonomian," ujarnya kemarin. Pembatasan volume ini juga berlaku untuk sepeda motor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×