kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.235.000   -2.000   -0,09%
  • USD/IDR 16.634   -22,00   -0,13%
  • IDX 8.084   40,45   0,50%
  • KOMPAS100 1.117   3,60   0,32%
  • LQ45 786   1,77   0,23%
  • ISSI 284   1,69   0,60%
  • IDX30 413   1,44   0,35%
  • IDXHIDIV20 468   0,78   0,17%
  • IDX80 123   0,53   0,43%
  • IDXV30 133   -0,13   -0,09%
  • IDXQ30 130   0,68   0,53%

Pajak Berlapis di Industri Hilirsasi Buat Produk Timah RI Mahal dan Kalah Saing


Kamis, 02 Oktober 2025 / 13:56 WIB
Pajak Berlapis di Industri Hilirsasi Buat Produk Timah RI Mahal dan Kalah Saing
ILUSTRASI. Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM Todotua Pasaribu. Wakil kepala BKPM Todotua Pasaribu menyoroti salah satu tantangan utama dalam pengembangan hilirisasi mineral di Indonesia


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu menyoroti salah satu tantangan utama dalam pengembangan hilirisasi mineral di Indonesia, yaitu berlapisnya beban pajak yang membuat produk hasil industri belum mampu bersaing dengan negara lain.

Todotua mencontohkan, harga produk solder timah yang diproses di pabrik pengolahan dalam negeri justru lebih mahal dibandingkan dengan produk sejenis yang dijual Malaysia. Ironisnya, Malaysia mengimpor bijih timah dari Indonesia untuk diolah kembali, tetapi bisa menjual hasil akhirnya dengan harga lebih murah.

“Bisa dibayangkan, ore-nya ada di sini, smelter ingot-nya juga ada di sini. Tapi saat kita mendorong ke downstream, pabrik solder di Indonesia justru menghasilkan produk yang lebih mahal daripada Malaysia,” ujarnya dalam acara Indonesia Green Mineral Investment Forum 2025 di Gedung BKPM, Kamis (2/10).

Baca Juga: AAJI Nilai Pelemahan Rupiah Tak Berdampak Besar Terhadap Imbal Hasil Unitlink

Menurut Todotua, setelah ditelusuri, mahalnya harga produk lokal tersebut dipicu oleh beban fiskal yang berlapis. Hal ini menyebabkan produk hasil hilirisasi Indonesia kalah daya saing di pasar internasional.

“Setelah kita mitigasi, ternyata ada persoalan strategi fiskal. Hampir setiap layer kena pajak. Kalau kita mau mendorong investasi di sektor hilirisasi, maka strategi fiskal harus dibenahi agar produk bisa kompetitif,” tegasnya.

Untuk itu, pemerintah menyiapkan sejumlah insentif fiskal bagi investor sektor hilirisasi, mulai dari tax holiday berupa pengurangan PPh Badan 100% bagi investasi minimal US$ 500 miliar untuk periode 5–20 tahun, tax allowance berupa pengurangan pajak 30% dari nilai investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) dan industri hijau, hingga super tax deduction bagi investor yang membangun pusat riset dan pengembangan (R&D).

“Kita harus memberikan daya saing pada produk hilirisasi, mulai dari processing, smelter, industrialisasi hingga manufaktur dan packaging,” jelas Todotua.

Adapun, realisasi investasi hilirisasi sepanjang semester I/2025 mencapai Rp 280,8 triliun, tumbuh 54,8% secara tahunan (year on year). Dari jumlah tersebut, sektor mineral masih mendominasi dengan kontribusi Rp 193,8 triliun. Rinciannya, investasi hilirisasi nikel mencapai Rp 94,1 triliun, tembaga Rp 40 triliun, bauksit Rp 27,7 triliun, serta besi baja dan timah masing-masing Rp 21,5 triliun dan Rp 3,5 triliun.

Pemerintah menargetkan realisasi investasi nasional bisa mencapai Rp 13.000 triliun dalam lima tahun ke depan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level 8%.

Baca Juga: KB Bank Diduga Alami Pembobolan Dana Senilai 3,18 Miliar Won

Selanjutnya: AAJI Nilai Pelemahan Rupiah Tak Berdampak Besar Terhadap Imbal Hasil Unitlink

Menarik Dibaca: 10 Pekerjaan dengan Gaji Tinggi untuk Fresh Graduate

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×