kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

ORI: Ada penyimpangan dwelling time 6 kementerian


Kamis, 13 Maret 2014 / 15:22 WIB
ORI: Ada penyimpangan dwelling time 6 kementerian
ILUSTRASI. Manfaat buah stroberi untuk kesehatan.


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Ombudsman Republik Indonesia, mengadukan laporan hasil investigasi terkait dugaan penyimpangan pada proses masa tunggu dan bongkar muat (dwelling time) kepada enam kementerian dan empat Direktur Utama PT Pelindo (Persero). Penyimpangan terkait Dwelling time tersebut diduga terjadi di empat pelabuhan di Indonesia.

"Kami dalam hal ini melaporkan hasil investigasi terkait lima bentuk maladministrasi, yaitu penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang, dan pungutan tidak resmi oleh oknum,"
Kata Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana yang membacakan laporan dalam pertemuan itu di Gedung Ombudsman, Jakarta, Rabu (12/3).

Enam kementerian yang menerima laporan tersebut, yaitu Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan-Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Pertanian-Badan Karantian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan-Dirjen Perhubungan Laut, dan Kementerian Perdagangan- Dirjen Perdagangan Luar Negeri.

Sementara itu, empat pelabuhan yang dimaksud yaitu Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, Belawan Medan, dan Soekarno Hatta Makassar. Selain itu, laporan tersebut juga diberikan kepada para Direktur Utama PT Pelindo, yakni Pelindo I, II, III dan IV.

Terkait hal ini, Danang menyebut maladministrasi dalam bentuk penundaan berlarut, yakni adalah lamanya proses pengurusan perizinan larangan dan pembatasan (lartas), penerbitan Nomor Induk Kepabean (NIK), dan ketidakpastian waktu layanan pemeriksaan dari proses pemeriksaan hingga respon dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Sedangkan maladministrasi dalam bentuk penyimpangan prosedur,  yakni berupa pelayanan di pelabuhan yang tidak maksimal 24 jam dalam 7 hari dan pemeriksaan karantina yang dilakukan di luar wilayah pelabuhan.

Kemudian, maladministrasi dalam bentuk tidak kompeten, yakni kinerja pemeriksa kontainer jalur merah (behandle) dan pemeriksa karantina yang belum optimal serta SDM yang belum seluruhnya menguasai regulasi. Sementara itu, madadministrasi dalam bentuk penyalahgunaan oleh oknum, yakni terjadi penerbitan Nota Pembetulan (Notul).

"Dalam proses ini ada oknum yang mempermudah atau mempersulit pengeluaran kontainer," tambah Danang.

Ihwal dwelling time di pelabuhan, lanjut dia, juga memberikan dua dampak negatif bagi perekonomian. Pertama, adanya ketidakpastian industri ekspor karena keterlambatan yang juga mengakibatkan berkurangnya daya saing produk Indonesia di luar negeri.

Danang menambahkan, dwelling time juga mendongkrak biaya bagi usaha domestik dan pada akhirnya merupakan harga yang dibayar oleh konsumen sehingga merugikan konsumen.

Oleh karena itu, dari laporan hasil investigasi tersebut, melahirkan rekomendasi Ombudsman RI bagi enam menteri dan empat Direktur Utama PT Pelindo sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam pasal 38 ayat 1 dan ayat 2 UU Ombudsman dan pasal 36 ayat 2 dan ayat 3 UU Pelayanan Publik.

Dengan begitu, kata Danang penerima rekomendasi wajib melaksanakannya. Kemudian, laporan pelaksanaan juga harus disampaikan pada Ombudsman dalam waktu 60 hari terhitung sejak penerimaan rekomendasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×