Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pandemi virus corona (Covid-19) menginfeksi sangat dalam sektor pariwisata di Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyebut, ada sekitar US$ 6 miliar potensi devisa sektor pariwisata melayang lantaran pandemi saat ini.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) per Mei 2020, Hariyadi menambahkan untuk jumlah penerbangan domestik menurun sampai 98,34% dibanding tahun lalu atau year on year (YoY). Dan kondisi anjlok yang sangat dalam terjadi pada penerbangan internasional yang menurun 99,18%, serta okupansi hotel berbintang 14,45%.
Baca Juga: Hibah dan sumbangan dikecualikan objek pajak, ini penjelasannya
"Domestic flight year on year itu drop 98,34% kurang lebih hanya 90.000 orang saja yang bepergian untuk domestic flight bulan Mei, kemudian International flight lebih parah lagi hanya sekitar 10.000 orang, turunnya itu 99,18% dan star hotel okupansinya rata-rata 14,45%," dalam diskusi virtual pada Selasa (28/7).
Lebih lanjut, Hariyadi menambahkan potensi hilangnya pajak dan retribusi daerah juga tak kalah besar, terlebih dari sektor hotel dan restoran. Ia menjelaskan potensi pajak dan retribusi daerah dari sektor hotel dan restoran turun lebih dari 80% dibanding tahun lalu.
"lebih dari 2.000 hotel dan 8.000 restoran tutup dengan potensi hilangnya pendapatan bagi sektor Hotel Rp 40 Triliun dan restoran Rp 45 triliun, kerugian maskapai penerbangan US$ 812 juta, kemudian kerugian tour operator Rp 4 triliun," imbuhnya.
Belum lagi ia menyebut adanya karyawan yang di rumahkan atau dicutikan. Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (KADIN) per 19 Mei 2020, Hariyadi memaparkan karyawan yang ter PHK dan dirumahkan selama pandemi ada 6,05 juta orang.
Adapun tingkat hunian atau okupansi hotel di Jakarta selama pandemi Covid-19 ialah 20%, Batam 10%, Bali hanya 1% Surabaya 15%, Makassar 8%, Yogyakarta 10%, Semarang 15%, medan 10%, dan Malang 15%.
Mayoritas hotel lebih dari 90% sudah mencatat kerugian keuangan dan cadangan modal kerja mereka juga disebut sudah menipis.
"Kita juga hadapi biaya listrik dan gas yang sangat memberatkan, karena kita membayar di atas daripada penggunaan atau minimum charge, diperkirakan PBB bulan Agustus juga banyak yang tidak bisa bayar karena kondisi cash-bon nya berat," ungkapnya.
Baca Juga: Banyuwangi bakal jadi destinasi wisata favorit usai pandemi Covid
Namun untuk kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) disebut Hariyadi sudah berjalan namun dengan kapasitas hanya 50% saja.
Guna menggeliatkan kembali sektor pariwisata maka diperlukan permintaan yang kembali meningkat dengan menciptakan kepercayaan dan rasa aman di masyarakat.
"Demand akan meningkat jika penanganan Covid-19 ini berjalan dengan baik dan masyarakat punya kepercayaan diri yang tinggi bahwa kondisinya aman untuk mereka beraktivitas," kata Dia.
Baca Juga: Kenapa harga lobster mahal? Ini 5 alasannya
Maka dari itu pelaksanaan protokol kesehatan disebut jadi hal mutlak yang harus dilakukan pelaku usaha sektor pariwisata dan masyarakat utamanya. Kemudian perlu dimaksimalkan juga potensi pasar domestik dengan perkiraan 174 juta domestic travellers atau wisatawan domestik.
Selain itu, adapula potensi besar untuk dikembangkan pasar ASEAN, dimana intra-ASEAN travelers sebanyak 49,7 juta orang merupakan pasar regional yang prospektif.
Hariyadi juga menyebut, stimulus yang meringankan pelaku usaha dan pekerja sektor pariwisata harus segera diberikan oleh pemerintah seperti, modal kerja,subsidi biaya operasional, dan bantuan langsung tunai untuk pekerja terdampak pandemi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News