Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Morgan Stanley pangkas rekomendasi peringkat pasar saham di Indonesia menjadi underweight.
Alasannya, Morgan Stanley menganggap tren suku bunga The Fed yang tinggi, penguatan dolar Amerika Serikat (AS), akan menimbulkan berbagai risiko investasi di pasar modal tanah air.
Disamping itu, mereka juga khawatir janji kampanye Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, seperti usulan pemerintah untuk menyediakan makan siang dan susu bagi pelajar, dapat menimbulkan beban fiskal yang besar, sementara prospek pendapatan Indonesia juga memburuk.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, Yusuf juga sepakat bahwa belanja untuk anggaran makan siang tersebut memang akan berdampak signifikan terhadap kondisi fiskal tahun depan.
“Karena dari rancangan belanja tersebut besar kemungkinan fiskal akan didesain sangat ekspansif dibandingkan dengan periode periode sebelumnya terutama di lima tahun terakhir ini,” tutur Yusuf kepada Kontan, Rabu (12/6).
Baca Juga: Morgan Stanley Turunkan Perikat Saham RI Jadi Underweight, Ini Pertimbangannya
Ekspansi fiskal yang akan dilakukan tersebut, lanjutnya, akan menimbulkan konsekuensi seperti dalam arah strategi pembiayaan utang ke depannya.
Sebab, dalam lima tahun terakhir atau bahkan satu dekade terakhir penerimaan pajak belum mampu sepenuhnya menjadi sumber pendanaan utama dari rancangan kebijakan fiskal yang didesain oleh pemerintah.
Alhasil pemerintah menyiasati pemenuhan anggaran dengan melakukan penarikan surat utang ataupun melakukan pinjaman baik secara bilateral maupun multilateral.
Yusuf memperkirakan, dalam rancangan ekspansi fiskal yang dilakukan oleh pemerintahan baru nantinya, besar peluang akan masih didanai dari penerbitan surat utang.
“Tentu penerbitan surat utang yang dilakukan oleh pemerintahan baru tidak begitu ideal mengingat saat ini tren suku bunga relatif masih tinggi sehingga ongkos pendanaan itu menjadi lebih besar,” ungkapnya.
Baca Juga: Menilik Nasib IHSG di Tengah Penurunan Kinerja dan Sentimen Buruk
Dengan demikian, Yusuf menambahkan, ketika ongkos pendanaan tersebut begitu besar dan relatif mahal, tentunya akan berkonsekuensi terhadap potensi penambahan belanja bunga utang di kemudian hari. Padahal total utang pemerintah saat ini saja belum kembali ke era sebelum pandemi.
“Selain itu dengan ekspansi fiskal maka pemerintah tentu akan menarik dana dari masyarakat dengan jumlah yang lebih besar sehingga kondisi yang dikhawatirkan seperti terjadinya crowding out effect. Ini bisa terjadi terutama di periode ekspansi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah baru nantinya,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News