kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mitigasi pembiayaan risiko bencana alam harus segera diperbaiki


Kamis, 17 Juni 2021 / 18:29 WIB
Mitigasi pembiayaan risiko bencana alam harus segera diperbaiki
ILUSTRASI. Beginilah penampakan saat pusat Kota Wisata Parapat, Kabupaten Simalungun diterjang banjir, Kamis (13/5/2021). (Tribun-medan.com/ IST)


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mitigasi risiko bencana di dalam negeri harus segera diperbaiki. Kondisi geografis Indonesia yang terletak di jalur Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) menyebabkan hampir seluruh wilayah rentan terpapar risiko bencana. Pemerintah sendiri telah menyiapkan dana cadangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai bentuk kesiapan pendanaan.

Direktur Humanitarian & Emergency Affairs, Wahana Visi Indonesia, Margaretha Siregar mengatakan pembiayaan risiko bencana, di Indonesia penting karena melihat data terdapat lebih 1.400 kali kejadian bencana di Indonesia di tahun 2021.  "Kami sudah melihat ada sekian banyak pengungsi atau orang yang harus dievakausi akibat bencana tersebut. Belum lagi kita melihat betapa banyak kerugian baik material maupun imaterial yang terjadi akibat bencana ini," kata Margaretha dalam Webinar bertema "Mitigasi Pembiayaan Risiko Bencana Alam", Kamis (17/6).

Ia menambahkan, tingginya risiko bencana tersebut membutuhkan inovasi pembiayaan risiko bencana. Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah merumuskan apa saja yang perlu dilakukan atau direkomendasikan terkait bencana dan rehabilitasinya. Namun, hal itu harus ditindaklanjuti hingga level masyarakat sebagai pihak penerima manfaat dari pembiayaan risiko bencana.
"Pemerintah sudah melakukan yang baik. Seperti menggelontorkan perlindungan sosial di Indonesia Rp408,8 triliun tahun 2021, program keluarga harapan (PKH), bantuan pangan non tunai (BPNT)/program sembako dan bantuan sosial (BTS) dan program Kemensos berupa perlindungan sosial terdampak bencana, seperti rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni, bantuan sosial tunai," ujarnya.

Peneliti di Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan menyatakan mitigasi pembiayaan risiko bencana di Indonesia perlu dukungan dari berbagai pihak. "Tidak hanya pemerintah tapi masyarakat dan sektor swsata. Karena pada kenyataannya, sebenarnya apa yang telah dilakukan pemerintah  selama ini sudah cukup baik. Hanya permasalahannya adalah  kapasitas pemerintah untuk menanggulangi seluruh bencana itu terbatas," kata dia.

Menurut Deni, selama ini ada 78% pembiayaan mitigasi risiko bencana belum bisa ditanggung oleh  APBN.  Ia menambahkan, masalah lain yang dialami dalam mitigasi pembiayaan risiko bencana alam adalah administrasi dan birokrasi pemerintahan yang panjang. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat dengan skema public private partnership (PPP). "Kita perlu membangun sebuah sistem penanggulangan bencana yang lebih integratif," jelasnya.

Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara DJPPR, Kementerian Keuangan, Heri Setiawan menyebutkan pembiayaan risiko bencana alam tidak bisa hanya dilakukan pemerintah meski pemerintah dalam APBN sudah menyiapkan anggaran seperti untuk mitigasi dan tanggap darurat.
"Tapi memang apabila bencananya besar, anggaran tidak cukup. Untuk tanggap darurat dan Indonesia ini luas. Jenis bencananya banyak sekali dan kalau itu berbarengan dan besar-besar, dana APBN tidak cukup," kata Heri.

Pemerintah sendiri menurut Heri, memiliki strategi dan kebijakan pembiayaan dan asuransi risiko bencana. Strategi itu meliputi implementasi bauran instrumen DRFI, pemerintah menyerap risiko bencana untuk porsi tertentu, eksplorasi kemungkinan pinjaman siaga (conttingent loans), pendirian pooling fund berencana, dan implementasi skema risk transfer asuransi "Untuk skala kebutuhan yang besar, tidak mungkin pemerintah saja. Ada keterlibatan masyarakat, misal untuk properti dan kesehatan yang harus menyiapkan juga mitigasi," ujarnya.

Nah, sayangnya juga menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe, masyarakat Indonesia belum mengapreasi asuransi bencana.  "Masyarakat Indonesia masih belum punya kemampuan untuk beli produk asuransi. Asuransi nomor sekian setelah kebutuhan primer," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×