kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Minyak sawit jadi produk ramah lingkungan


Senin, 07 Oktober 2013 / 09:16 WIB
Minyak sawit jadi produk ramah lingkungan
ILUSTRASI. Karyawan melintas di dekat layar yang menampilkan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Ini berita baik bagi pengusaha perkebunan sawit dan produsen minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) Indonesia. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyatakan anggota APEC menyetujui usulan Indonesia agar CPO masuk dalam daftar produk ramah lingkungan (EG list). Hal itu tercapai dalam sesi persidangan di tingkat menteri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2013 di Nusa Dua, Bali.

Sebenarnya, pemerintah Indonesia sudah lama mengusulkan komoditas hasil perkebunan seperti CPO dan karet ke daftar produk ramah lingkungan. Bila persetujuan tingkat menteri ini bisa gol di tingkat kepala pemerintahan, tarif bea masuk produk ini hanya akan mencapai 5% di negara Anggota APEC.

Pada APEC tahun lalu di Vladivostok, Rusia, pembahasan mengenai CPO kandas karena Amerika Serikat (AS) meminta penundaan. Negara-negara Eropa dan AS sering mempersoalkan kelestarian lingkungan dari aneka produk perkebunan Indonesia.

Nah, pada pertemuan kali ini, Indonesia mengubah strategi dengan mengusulkan daftar baru dengan syarat tidak hanya produk ramah lingkungan tetapi juga terbarukan, mendorong pembangunan perdesaan, dan mendorong pengentasan kemiskinan. "Usulan ini diterima karena lebih konseptual," ujar Gita Minggu (6/10).

China dan Papua Nugini mendukung usul ini. Peru dan Malaysia juga menyatakan siap menjadi co-sponsor.

Menurut Gita, APEC akan menindaklanjutinya dengan menyiapkan acuan sebagai kajian Policy Support APEC. Hasilnya kajian itu akan menjadi bahan penyusunan penurunan tarif mulai tahun 2015. "Diharapkan tarifnya maksimal 5 %," ujarnya.

Sertifikasi menyeluruh

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Fadhil Hasan menilai, pemerintah perlu mengawal kesepakatan itu agar sesuai dengan tujuan. Bersamaan itu, pemerintah harus berkomitmen mendukung industri CPO domestik agar sesuai aturan main.

Tentu saja, pemerintah perlu membuat pengawasan agar seluruh pengelolaan industri kelapa sawit mencerminkan aspek ramah lingkungan. Tanpa pengawasan ketat, upaya memacu produksi CPO yang ramah lingkungan bakal percuma saja.

Selain itu, pemerintah harus mempercepat implementasi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk seluruh perkebunan dalam negeri. ISPO ini akan mendorong pengusaha menghasilkan produk yang lebih bersaing.

Pembangunan infrastruktur di daerah produsen sawit juga harus terlaksana. Selain untuk meningkatkan produktivitas, pembangunan akan mendongkrak ekonomi masyarakat.

Ketua bidang Hukum dan Advokasi Gapki, Tungkot Sipayung, menambahkan, setelah usulan ini disetujui, pemerintah harus mendukung upaya peningkatan produksi CPO dalam negeri, termasuk mengevaluasi beleid penghambat CPO. Dia mencontohkan penerapan bea keluar ekspor CPO Indonesia yang sebesar 9%. Padahal, Malaysia hanya mengutip bea keluar ekspor CPO sebesar 4,5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×