kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski Kinerja Manufaktur Ekspansif, Indonesia Harus Waspadai Hal Ini


Senin, 03 Oktober 2022 / 18:47 WIB
Meski Kinerja Manufaktur Ekspansif, Indonesia Harus Waspadai Hal Ini
ILUSTRASI. Kenaikan harga bahan logistik dan energi masih akan menyandung kinerja sektor manufaktur ke depan.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri manufaktur Indonesia makin menggeliat. Ini tercermin dari peningkatan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia yang mencapai 53,7 pada bulan September, naik dari 51,7 pada Agustus 2022. Bahkan, PMI Indonesia pada bulan September 2022 ini tercatat lebih tinggi dari rata-rata negara di ASEAN yang berada di posisi 53,5.

Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Harsono Gunawan mengatakan, PMI Manufaktur yang masih ekspansif menunjukkan kebijakan dan regulasi pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah sangat tepat dan efektif.

Ia memperkirakan, sektor manufaktur masih akan menguat ke depannya dengan syarat tidak ada kenaikan harga energi listrik, dan harga gas bumi untuk industri tetap sebesar US$ 6 per million british thermal unit (MMBTU).

Baca Juga: Industri Manufaktur Masih Ekspansif, Airlangga: Pemulihan Ekonomi Berlanjut

"Peraturan Presiden (Perpres) 121/2020 tentang harga gas bumi tertentu (HGBT) US$ 6 per MMBTU memastikan tekad pemerintah menjaga keberlangsungan sektor manufaktur, ini harus diperkuat," ujar Yustinus kepada Kontan.co.id, Senin (3/10).

Menurutnya, tantangan yang akan mengancam sektor manufaktur ke depannya adalah ancaman inflasi dan bunga tinggi. Untuk itu, pemerintah diharapkan bisa menjaga iklim berusaha agar tetap kondusif dengan memastikan kebijakan dan regulasi pemulihan ekonomi dilanjutkan bahkan dipertajam.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, mulai September terjadi peningkatan permintaan. Meski begitu, kenaikan harga bahan logistik dan energi masih akan menyandung kinerja sektor manufaktur ke depan.

"Saya dapat info yang sejalan bahwa September ini sudah mulai meningkat permintaan," ujar Adhi kepada Kontan.co.id, Senin (3/10).

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, masih akan ada dua tantangan yang akan menyandung kinerja manufaktur ke depannya.

Pertama adalah kenaikan ongkos produksi, hal ini lantaran dari beberapa kebijakan moneter dan fiskal pemerintah akan mendorong kenaikan harga pokok penjualan (HPP), sehingga kondisi tersebut menjadi penyebab cost push inflation.

Baca Juga: Dipicu Perbaikan Permintaan, Indeks Manufaktur Indonesia September Naik

Kedua adalah daya beli masyarakat. Ajib menilai, untuk jangka pendek hingga akhir tahun nanti, daya beli relatif masih tertopang oleh bantuan sosial (bansos) yang dialokasikan oleh pemerintah. 

Sementara untuk jangka panjang di tahun depan, Ajib memperkirakan kondisi ekonomi akan cenderung melandai bahkan mengalami penurunan.

"Pemerintah harus menstimulus melalui kebijakannya agar likuiditas tetap mengalir di masyarakat. Suku bunga acuan jangan dinaikkan lagi sampai akhir tahun 2022," ucap Ajib kepada Kontan.co.id, Senin (3/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×