Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Forum Group Twenty (G20) telah berlangsung pada 22 Februari-23 Februari 2020 di Riyadh, Arab Saudi. Dalam pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di bawah Presidensi Arab Saudi pada tahun 2020 tersebut, negara G20 sepakat berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi global yang didukung oleh kondisi keuangan yang akomodatif dan berkurangnya ketegangan perdagangan.
Sebagai perwakilan Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pada tahun 2020 dan 2021, pertumbuhan ekonomi global masing-masing diperkirakan mencapai 3,3% dan 3,4%. Namun, perekonomian global dibayangi oleh sejumlah risiko mencakup ketegangan geopolitik dan perdagangan, ketidakpastian kebijakan, dan virus corona.
Baca Juga: BI ajak G20 tingkatkan kerja sama dan bauran kebijakan internasional
Penyebaran virus corona diyakini akan mempunyai dampak ekonomi yang lebih luas dibandingkan dengan ketegangan perdagangan global karena dampak virus korona menghantam berbagai lini ekonomi, baik dari sisi industri, perdagangan, investasi dan pariwisata.
“Negara-negara G20 berkomitmen untuk menggunakan semua instrumen kebijakan guna mencapai pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif, serta tahan terhadap downsize risk,” ungkap Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, Senin (24/2).
Negara-negara G20 juga menyepakati perlunya komitmen global untuk mengatasi dampak virus corona, baik dalam pencegahan penyebarannya maupun munculnya virus serupa di masa depan.
Di sisi lain, di tengah merebaknya dampak virus corona, negara G20 percaya ada peluang negara dalam digital ekonomi. Dalam hal ini 20 negara tersebut berupaya untuk mencapai konsensus global atas sistem pajak internasional terhadap aktivitas ekonomi digital.
Pendekatan yang dikenal dengan unified approach dinilai dapat menjadi dasar bagi penyusunan sistem pajak internasional yang baru. Unified approach merupakan penggabungan atas beberapa proposal sebelumnya, yakni user participation proposal di mana pajak digital dipungut berdasarkan kontribusi pengguna dan hak pengenaan pajak dialokasikan berdasarkan tempat di mana pengguna tersebut berada.
Baca Juga: Sri Mulyani dukung OECD segera selesaikan panduan pemajakan industri digital
Selanjutnya atas materi dari marketing intangibles proposal di mana pengenaan pajak didasarkan pada tempat aset tersebut digunakan. Kemudian, significant economic presence proposal di mana subjek pajak dianggap memiliki kehadiran ekonomi apabila terdapat interaksi dengan pengguna melalui teknologi digital, misalnya platform online.
Catatan saja, dalam pertemuan ini agenda utama yang dibahas meliputi global economy, enhancing access to opportunities, financial resilience and development, infrastructure investment, international taxation, dan financial sector issues.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News