Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kekurangan akses pendanaan menyebabkan pelaku usaha, mikro kecil dan menengah (UMKM) kesulitan mengembangkan usahanya. Padahal UMKM digadang-gadang menjadi salah satu penggerak ekonomi.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyampaikan, tantangan tersebut diantaranya, pertama, tidak memiliki agunan atau collateral tambahan, sebagaimana yang selalu dipersyaratkan oleh perbankan.
“Dalam dua tahun terakhir alasan terbesar ditolaknya kredit UMKM karena tidak ada agunan pada agunan kredit bank sebesar 59,62%, dan kredit dintech atau non bank sebanyak 46,43%. Ini data Bank Indonesia 2022,” tutur Teten dalam agenda BRI Microfinance Outlook 2024, Kamis (7/3).
Kedua, tantangan UMKM dalam mengakses kredit adalah karena suku bunga kredit yang masih tinggi, yakni per tahun mencapai 8,59%, sementara negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia hanya 3,4%, Singapura sebesar 5,42%.
Baca Juga: Pembiayaan UMKM Melalui Kredit Bank Hanya 20%, Sri Mulyani Minta Ditingkatkan
Ketiga, karena terkendala status Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK) yang menyebabkan UMKM tidak lolos saat mengakses kredit usaha di perbankan. Ia mencatat, prediksi Bappenas tahun 2024, kredit usaha perbankan hanya akan mencapai 24%, dan tahun lalu hanya mencapai 19%.
Oleh karena itu, Teten menyampaikan inovasi kebijakan pembiayaan untuk UMKM perlu terus diperkuat. Skema pembiayaan UMKM melalui rantai pasok sesuai amanat PP 7/2021 untuk memberikan kepastian UMKM dapat berkembang, dan pembayaran kredit UMKM lebih lancar, perlu dipastikan berjalan.
Lebih lanjut, Ia juga menyebut bahwa masalah terbesar yang dan kesulitan dalam mengurus UMKM termasuk memberikan akses pembiayaan adalah karena UMKM tidak berkorelasi dengan industri.
“UMKM tidak terhubung dengan rantai pasok, tidak ada kepastian pasar, tidak ada kepastian produk, tidak ada rantai pasok, dan tidak ada transfer teknologi,” ungkapnya.
Maka dari itu, Teten menambahkan, perlu adanya afirmasi dan kolaborasi keseluruhan untuk memberikan pembiayaan sektor produktif, terutama di sektor pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News