Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, pemerintah mematok asumsi harga minyak pada tahun depan dan tahun ini sama-sama US$ 48 per barel. Pemerintah juga memproyeksikan pada tahun depan tidak ada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tarif dasar listrik, maupun elpiji 3 kilogram (kg).
“Subsidi energi tahun depan dengan asumsi tidak ada kenaikan BBM, tidak ada kenaikan elpiji, dan kenaikan listrik,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2018 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/8).
Pada tahun 2018, pemerintah sendiri menganggarkan Rp 103,4 triliun untuk subsidi energi, terdiri dari subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp 51,1 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 52,2 triliun.
Untuk subsidi BBM dan elpiji, pemerintah akan fokus pada perbaikan penyaluran untuk memperbaiki ketepatan sasaran dan fokus subsidi tertutup untuk elpiji tabung 3 kg. Dan untuk subsidi listrik, pemerintah akan fokus untuk subsidi tepat sasaran untuk pelanggan 450 VA dan 900 VA.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan, terkait tidak adanya kenaikan harga listrik, BBM, dan elpiji tahun depan, pihaknya tetap akan membayar piutang pemerintah kepada Pertamina. Pasalnya, kalau harga minyak mentah internasional naik, itu akan menjadi utang pemerintah ke Pertamina.
Namun demikian, Suahasil tidak menyebut berapa potensi penambahan besar piutang pemerintah dengan tidak ada kenaikan tarif ini. Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk membayar piutang yang sejauh ini tercatat sebesar Rp 38 triliun tersebut.
“Pemerintah punya cara bayar ke Pertamina atau PLN. Di dalam buku mereka kan tidak hilang, jadi dicatat sebagai asetnya. Jadi pemerintah sesuai kemampuan negara tentu akan dilunasi secara bertahap,” ucap dia.
Asal tahu saja, Bank Indonesia (BI) melihat, asumsi harga minyak mentah Indonesia yang ditetapkan pemerintah dalam Rancangan APBN 2018 cukup konservatif. Sebab, BI melihat Indonesia Crude Price (ICP) tahun depan bisa lebih tinggi lagi.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, bank sentral masih memperkirakan ICP tahun depan berada di kisaran US$ 52 per barel. Angka itu jauh lebih tinggi dari asumsi ICP yang disampaikan pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2018 ke DPR sebesar US$ 48 per barel.
"BI masih memperkirakan ada di kisaran US$ 52 per barel," kata Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News