kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Menkeu dukung BI atur kepemilikan bank


Senin, 27 Juni 2011 / 11:05 WIB
Menkeu dukung BI atur kepemilikan bank
ILUSTRASI. Harga mobil bekas Kia Picanto kian murah, kini mulai Rp 70 juta dapat generasi ini


Reporter: Bambang Rakhmanto, Bernadette Christina Munthe | Editor: Edy Can

JAKARTA. Kepemilikan asing di perbankan terus diusik. Setelah Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan menginginkan pembatasan porsi kepemilikan asing di industri perbankan, termasuk pembatasan dominasi penguasaan saham bank di satu pihak.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo, mendukung niat BI membatasi kepemilikan mayoritas tunggal di industri perbankan. Sebab, jika satu pihak atau satu kelompok menguasai kepemilikan dalam jumlah besar, pada akhirnya akan mengurangi prinsip kehati-hatian lembaga itu. Dia mengusulkan, salah satu cara memangkas dominasi saham perbankan di satu pihak ialah melalui penjualan 40% saham bank ke publik.

Selain perbankan, Agus menilai pembatasan dominasi kepemilikan ini seharusnya diterapkan di semua institusi yang menghimpun dana dari masyarakat, termasuk perusahaan asuransi. "Jadi industri keuangan harus jadi perusahaan publik dan 40% sahamnya milik publik," imbuhnya.

Sigit Pramono, Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), mengingatkan agar pemerintah membahas rencana ini dengan hati-hati dan bijaksana. "Kalau yang dikhawatirkan kepemilikan asing, sebaiknya yang diatur kepemilikan asing saja, bukan kepemilikan mayoritas secara umum," tuturnya.

Mirza Adityaswara, pengamat perbankan, mendukung pendapat Sigit. Dia berharap, aturan baru mengenai kepemilikan saham perbankan atau industri keuangan lain itu tidak berlaku surut. "Ini untuk kepastian iklim berinvestasi," ujar Mirza.

Upaya mengurangi porsi kepemilikan saham perusahaan keuangan lewat initial public offering (IPO) juga tak selalu efektif. Sebagai contoh, apabila pemerintah mewajibkan industri keuangan menjual 40% saham kepada publik, kontrol masih berada di pemilik saham mayoritas. Selain itu, pendapatan pajak negara juga turun karena perusahaan publik membayar pajak 20%, sementara perusahaan privat membayar pajak sebesar 25% dari laba kotor.

Yang jelas, soal payung hukum perubahan kepemilikan memang berada di tangan pemerintah. Karena itu, tentu Agus tak cukup hanya mendukung niat bank sentral.

Akan lebih nyata lagi apabila pemerintah segera merevisi Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2010 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI). Sebab, beleid ini masih membolehkan asing menguasai saham bank hingga 99%.

Melalui revisi aturan DNI, pemerintah bisa menetapkan pemangkasan porsi kepemilikan asing di perbankan maupun di institusi keuangan lain. Tanpa langkah nyata, niscaya rencana pembatasan kepemilikan asing di bank hanya sebatas wacana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×