Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pandemi virus corona mengharuskan pemerintah untuk memperlebar defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau keluar dari yang sebelumnya diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara, maksimal sebesar 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kebijakan tersebut diambil lantaran kondisi penerimaan negara yang menyusut akibat kondisi ekonomi yang loyo karena pandemi. Namun, belanja negara justru membengkak karena pemerintah perlu memberikan dorongan belanja untuk penangan kesehatan, sosial, ekonomi dan keuangan.
Makanya tahun lalu pemerintah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Melalui UU 2/2020 pemerintah menargetkan defisit APBN 2020 sebesar 6,34% terhadap PDB. Kemudian pada 2021 akan diupayakan 5,7% dari PDB. Selanjutnya, defisit diproyeksikan terus menyusut hingga 2023 berada di posisi 3% terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, defisit APBN tentu akan banyak dipengaruhi oleh situasi ekonomi ke depan. Tahun lalu misalnya, realisasi defisit APBN 2020 hanya 6,09% dari PDB atau lebih rendah Rp 82,9 triliun dari outlook defisit akhir tahun sebagaimana dalam Peraturan Presiden (Perpres) 72 Tahun 2020 terkait postur APBN 2020.
Baca Juga: Demi biayai vaksin corona, ini daftar belanja yang mesti dihemat K/L
Menkeu mengatakan, pada tahun 2020 lalu ekonomi dalam negeri terhantam sangat dalam. Maka pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berusaha menopang dari sisi stimulus fiskal, moneter, dan sektor keuangan untuk diberikan relaksasi.
“Kita keroyokan sama-sama BI dan OJK untuk bener-bener memberikan bantalan dan ruangan nafas. Di bawahnya dikasih bantal memalui fiskal, BI memberikan banyak likuiditas suku bunga diturunkan, aturan perbankan direlaksasi. Ini semua kombinasi bantalan stimulus dan ruang bernafas supaya masyarakat dan dunia usaha yang sedang megap-megap bisa ditolong,” kata Menkeu dalam wawancara khusus dengan Redaksi Kontan.co.id, Jumat (15/1).
Kata Menkeu, outlook defisit APBN 2021 dirancang dengan belanja Rp 2.750 triliun, naik tipis dari pagu tahun lalu Rp 2.739,2 triliun. Alokasi belanja negara tahun ini tetap diarahkan untuk mendukung upaya penangan kesehatan termasuk vaksinasi, hingga pemulihan ekonomi.
Menkeu menegaskan, pemerintah tidak bisa langsung menarik bantalan fiskal secara menyeluruh, sebab butuh waktu agar kondisi ekonomi masyarakat kembali ke posisi normal seperti sebelum pandemi.
Dus, defisit APBN pada 2022 tidak langsung turun ke 3%.