kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Menanti Pembentukan Badan Penerimaan Negara Ala Prabowo-Gibran


Kamis, 04 April 2024 / 22:14 WIB
Menanti Pembentukan Badan Penerimaan Negara Ala Prabowo-Gibran
Menanti Pembentukan Badan Penerimaan Negara Ala Prabowo-Gibran


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pasangan terpilih presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bertekad untuk meningkatkan penerimaan negara usai resmi dilantik.

Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah dengan mendirikan Badan Penerimaan Negara (BPN). 

Anggota Dewan Pakar TKN Drajad Wibowo mengatakan bahwa saat ini pembentukan BPN masih dalam pembahasan. Hanya saya dirinya belum membeberkan kapan implementasi BPN akan dilakukan. Yang jelas, BPN akan didirikan segera usai Prabowo-Gibran resmi dilantik guna meningkatkan penerimaan negara.

"Pembahasan tentu sudah ada. Untuk implementasinya idealnya si segera mungkin karena penerimaan negara perlu naik cukup besar," ujar Drajad kepada Kontan.co.id, Kamis (4/4).

Baca Juga: Jika Terbentuk, Badan Penerimaan Negara Harus Fokus ke Pungutan Pajak

Nantinya, pembentukan BPN akan langsung dibawahi oleh Presiden terpilih yakni Prabowo Subianto. Hal ini berbeda dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang berada dalam lingkup Kementerian Keuangan.

"BPN langsung di bawah presiden. Peran Kemenkeu seperti treasury di berbagai negara," katanya.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat berpendapat bahwa pemisahan badan khusus yang menangani penerimaan negara dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus benar-benar dilakukan dan tidak hanya sekedar wacana.

Alasannya tentu tidak semata-mata soal untuk memenuhi target penerimaan pajak, tax ratio atau lainnya, tetapi memang reformasi birokrasi secara menyeluruh. 

"Ini juga sudah lazim diterapkan di negara-negara lain. Sebab, bicara penerimaan negara tentu bukan hanya dari sumber pajak saja. Ada bea cukai dan penerimaan bukan pajak," kata Ariawan.

Baca Juga: Menimbang Plus Minus Pembentukan Badan Penerimaan Negara Ala Prabowo-Gibran

Dalam konteks pajak, pemisahan lembaga tersebut perlu dilakukan lantaran kewenangan Otoritas Pajak di Indonesia saat ini masih belum ideal. Studi yang dilakukan  OECD, otoritas pajak Indonesia hanya memiliki 3 dari 11 kewenangan. Misalnya soal penyusunan aturan pajak, kewenangan DJP hanya sebagian, belum seluruhnya. 

Selain itu, DJP juga tidak memiliki kewenangan menyusun desain struktur internal, baik secara SDM dan organisasi, seperti menentukan komposisi pegawai, kriteria rekrutmen dari pegawai, kewenangan mempekerjakan dan memecat pegawai serta menegosiasikan level gaji pegawai. 

"Menurut saya kewenangan tersebut sangat penting bagi DJP untuk menentukan KPI kerja yang ideal sesuai yang direncanakan," jelasnya.

Kemudian, dari sisi alokasi anggaran, DJP juga belum memiliki fleksibilitas untuk menentukan anggaran yang dibutuhkan untuk cost collection pajak.

Baca Juga: Kerja Keras APBN Danai Janji Prabowo-Gibran

Apalagi seiring dengan semakin meningkatnya target penerimaan pajak, dampak keterbukaan data perbankan dan administrasi perpajakan yang semakin kompleks, DJP membutuhkan kewenangan yang lebih dari yang ada saat ini. 

"Tugas-tugas DJP semakin tidak seimbang dengan kapasitas organisasi," terang Ariawan.

Benar bahwa DJP juga sudah melakukan reformasi perpajakan, mulai dari implementasi Coretax yang mulai berjalan Juli mendatang. Namun, Ariawan memandang, itu hanya tools pendukung kinerja. Artinya, sehebat apa pun alat tanpa disertai kewenangan yang memadai maka hasilnya tetap tidak akan optimal.

Baca Juga: Prabowo-Gibran Tidak Berencana Menaikkan Tarif Pajak

"Jika BPN kelak menggabungkan DJP dan DJBC plusnya adalah kemudahan bersinergi dalam menentukan kebijakan dan eksekusinya karena keduanya melebur menjadi satu lembaga," imbuhnya.

Kendati begitu, tentu saja peleburan ini akan membutuhkan waktu tidak sebentar dan butuh rancangan tata kelola organisasi yang bagus sehingga perlu dilakukan secara hati-hati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×