Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto harus memiliki langkah berani untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari para pengusaha nakal.
Pasalnya, apabila hal tersebut ditanggapi, maka Prabowo akan memiliki tambahan penerimaan untuk membiayai program-programnya.
Belum lama ini, adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa ada sekitar 300 pengusaha nakal yang tidak membayarkan pajaknya ke negara dengan nilai Rp 300 triliun. Bahkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) dikabarkan sudah siap menindak pada pengusaha tersebut.
Baca Juga: Siap-Siap! Pemerintah Akan Buru Pengusaha Sawit Nakal Pengemplang Pajak
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Oajak sekaligus Kepala Riset CITA, Fajry Akbar mengatakan bahwa berdasarkan statemen BPKP, penerimaan sebesar Rp 300 triliun tersebut merupakan hasil akumulatif hitungan denda perusahaan sawit yang beroperasi di kawasan hutan dan adanya seluruh pembayaran denda.
Ini terkait dengan Pasal 110 B UU Cipta Kerja terkait perkebunan sawit yang terlanjur beroperasi di kawasan hutan asalkan membayar denda administratif.
"Benar atau tidaknya punya potensi sampai Rp 300 triliun? Saya perlu mempelajari laporan BPKP tersebut, tapi sayangnya tidak tersedia untuk umum," kata Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (28/10).
Menurutnya, laporan BPKP tersebut tentu menjadi temuan yang menarik. Jika selama ini mereka tidak berizin, maka tidak ada data dari pihak ketiga yang bisa digali oleh Otoritas Pajak.
Baca Juga: Butuh Waktu Mengejar Pengemplang Pajak Sawit
Untuk itu, agar bisa memajaki sektor tak berizin seperti sawit ilegal, tambang ilegal hingga ilegal logging atau sejenisnya, maka Otoritas Pajak tidak bisa maju sendiri melainkan aparat penegak hukum yang seharusnya membenahinya terlebih dahulu.
"Kalau dia sudah menjadi usaha legal, ada datanya, setelah itu pemerintah dapat tarik penerimaan pajaknya," imbuhnya.