kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Melaju meski terjepit


Rabu, 26 Juni 2013 / 16:38 WIB
Melaju meski terjepit
ILUSTRASI. Ilustrasi cara menghilangkan ketombe membandel secara alami.


Reporter: Hendra Gunawan, Fransiska Firlana, Tri Sulistiowati, Christine Novita Nababan | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Kepastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di akhir bulan Juni ini, tak membendung niat Aloysius menaiki kendaraan pribadinya. Karyawan swasta ini tetap akan menunggangi sepeda motor untuk berangkat kerja dari Cibinong, Jawa Barat, menuju Rawamangun, Jakarta Timur.

Saban bulan, Aloysius mengaku mengeluarkan uang untuk membeli bensin sebesar Rp 200.000. Dengan kenaikan harga premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter, maka pengeluaran transportasinya bakal bertambah Rp 60.000 per bulan.

Toh, Aloysius ogah beralih memakai angkutan umum menuju kantor. Bapak beranak satu ini beralasan ongkos menggunakan angkutan umum jauh lebih mahal ketimbang memakai sepeda motor.

Bila menggunakan kendaraan umum, dia menghitung rute Cibinong hingga Rawamangun harus ditebus dengan duit Rp 24.000 per hari. Dalam sebulan, dana transportasi angkutan umum yang dikeluarkannya bisa mencapai Rp 480.000. “Kalau harga BBM naik dan tarif angkutan umum naik 30%, bisa dibayangkan alokasi per bulannya,” ujarnya.

Selain lebih murah, Aloysius memakai sepeda motor karena lebih fleksibel. Ia bisa mengatur jadwal keberangkatan menuju kantor. “Kalau naik angkutan umum waktu yang terbuang banyak, macet dan angkutan ngetemnya lama,” imbuhnya.

Pertimbangan itulah yang mendorong Anggoro memarkirkan mobil di bagasi rumahnya di Pondok Bambu, Jakarta Timur, kemudian menghela motor ke kantor. Pria yang bekerja di perusahaan konsultan keuangan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan ini, mengaku tidak mampu menambah pengeluaran untuk membeli bensin jika harus menggunakan mobil saban hari untuk bekerja.

Maklum, meski gajinya Rp 11 juta per bulan, Anggoro harus menanggung istri dan putrinya yang baru lahir, plus membayar cicilan kredit rumah (KPR) dan kredit mobil. “Mengganti sementara moda transportasi merupakan satu-satunya cara sampai ada penyesuaian pendapatan saya,” imbuhnya.

Sementara Donie Donovand tetap akan mengendarai mobilnya untuk transportasi sehari-hari. Sebagai orang yang mempunyai mobilitas tinggi, pria yang menghabiskan Rp 3,9 juta per bulan untuk membeli bensin ini menilai angkutan umum bermasalah dalam ketepatan waktu dan kenyamanan. Alasan serupa diutarakan Yogi Kresno. Sales and Promotion Manager PT Midi Utama Indonesia ini akan tetap menggunakan mobil ke kantor karena waktu kedatangan transportasi umum mayoritas tidak tepat.

Dus, untuk menyiasati pengeluaran yang membesar ini, para pengguna kendaraan pribadi punya berbagai cara. Aloysius terpaksa mengencangkan ikat pinggang. “Hindari beli barang yang tidak perlu,” ujar pria yang lebih mengkhawatirkan kenaikan harga bahan pokok akibat naiknya harga BBM.

Lain lagi dengan Donie. Pegawai Barly Group ini akan menggunakan mobil yang hemat bahan bakar. Pria berusia 38 tahun ini akan menggunakan mobil tersebut untuk berbagai berfungsi, seperti mengantarkan anak ke sekolah, diri dan istri ke kantor. Sementara Yogi mengantisipasi kenaikan harga BBM dengan mencari tambahan pendapatan.

Berbeda dengan Bella Donna. Pegawai marketing Bank Mandiri ini akan meminta orangtuanya untuk mengantar dan menjemputnya saat pergi dan pulang kantor. “Biar irit, jadi satu motor digunakan bersama,” jelas Bella, yang harus mengeluarkan uang sebesar Rp 150.000 per bulan untuk beli bensin.

Bila pengguna kendaraan pribadi bisa menyiasati kenaikan BBM, tidak demikian bagi pengguna angkutan umum. Mereka terpaksa membayar ongkos lebih mahal seiring kenaikan tarif angkutan umum.

Henny, contohnya. Wanita yang berprofesi sebagai tenaga pemasaran di sebuah media wisata Jakarta ini mengaku pasrah dengan kenaikan tarif angkutan. Salah satu hal yang bisa dilakukannya adalah mengurangi frekuensi keluar rumah. “Kalau tidak perlu pergi, saya mending kerja di rumah saja,” katanya. Ia merogoh kocek Rp 200.000 per minggu untuk biaya transportasi.

Nanti, mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk ongkos transportasi.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 39 - XVII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×