Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengadakan lobi-lobi politik terkait pembahasan Rancangan Undang-Udang (RUU) Tax Amnesty.
Firman Soebagyo, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR mengatakan, pihaknya dan pemerintah telah melakukan pembicaraan informal terkait isi dan substansi RUU Pengampunan Pajak ini.
"Draft awal RUU sudah dirombak, ini tinggal mekanisme saja, apakah akan jadi inisiatif DPR atau pemerintah," ujarnya kepada KONTAN, Senin (9/11).
Dalam RUU hasil rombakan itu, cakupan pengampunan hanya pada kejahatan di sektor pajak saja, tidak tindak pidana lain.
Selain itu, diatur juga mengenai tahapan-tahapan pengajuan permohonan dan syarat lain yang harus dipenuhi wajib pajak yang bersangkutan.
Namun, Firman mengaku tidak ingat detil poin per poin yang ada di beleid tersebut.
Draf siap dibahas, tetapi muncul kendala yang tak kunjung selesai.
Hal ini terkait asal usul pengajuan RUU.
Partai Nasional Demokrat (NasDem) bersikukuh produk hukum ini harus menjadi inisiatif pemerintah.
Pasalnya, ini merupakan ranah pemerintah.
Sehingga, pemerintah tahu benar apa saja yang dibutuhkan untuk mengatur para pengemplang pajak ini.
Jika pemerintah sudah mengajukan, maka pihaknya akan mendukung sepenuhnya.
Sementara, dari kubu fraksi Golongan Karya (Golkar) menganggap RUU ini penting untuk mendongkrak penerimaan negara.
Jadi, pada dasarnya, pihaknya tidak keberatan menyoal asal usul beleid tersebut.
Terkait adanya usulan RUU ini menjadi inisiatif pemerintah, Bambang P.S Brodjonegoro, Menteri Keuangan hanya bilang pihaknya akan bekerjasama dengan DPR untuk menyelesaikan aturan ini.
"Kami upayakan (selesai tahun ini), tentu kami harus bekerjasama dengan DPR," tuturnya.
Asal tahu saja, UU terkait pengampunan pajak ini belum jelas rimbanya.
Hingga saat ini masih ada tarik menarik antar fraksi terkait asal usul RUU.
Beleid ini nantinya akan mengampuni dosa para pengemplang pajak asal membayar tebusan.
Dalam draf, tarif tebusan untuk periode pelaporan pengampunan pajak Oktober 2015-Desember 2015 dikenakan 3% dari nilai harta yang dilaporkan.
Kemudian, jika pelaporan dilakukan pada Januari-Juni 2016 kena tarif sebesar 5%.
Adapun, tarif tebusan untuk pelaporan Juli-Desember 2016 sebesar 8%.
Namun, Sigit bilang, pihaknya akan memberikan masukan terkait tarif itu masing-masing menjadi 3%, 4%, dan 6%.
Kendati lobi telah dilakukan, namun pembahasan secara resmi belum ketahuan kapan akan digelar.
Mulai 2 November 2015 hingga 20 November 2015 mendatang DPR tengah dalam masa reses.
Padahal, pemerintah menargetkan beleid ini bisa rampung akhir bulan ini, sehingga bisa langsung diimplementasikan pada 2016 nanti. Firman optimistis, beleid akan terbit tahun ini.
Sejatinya, UU tax amnesty ini diharapkan bisa mempeluas basis wajib pajak. Sehingga, ke depan, jumlah penerimaan pajak bisa meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News