Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Anna Suci Perwitasari
JAKARTA. Pemerintah mengklaim pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara elektronik alias e-procurement di instansi pemerintah baik Kementerian dan Lembaga (K/L) bisa menghemat anggaran hingga Rp 21,74 triliun. Meskipun begitu, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) menganggap baru secuil instansi yang mau melaksanakan lelang secara elektronik.
LKPP mencatat jumlah proyek lelang yang selesai hingga 30 September 2013 terdaftar 91.861 proyek dengan nilai pagu selesai Rp 162,45 triliun. Sedang nilai hasil lelangnya sendiri Rp 140,71 triliun. Berarti, ada penghematan Rp 21,74 triliun. Penghematan ini didapat dari hasil lelang terbuka yang dilakukan melalui LKPP.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis menilai, untuk menggenjot realisasi penggunaan e-procurement, pemerintah perlu membuat payung hukum untuk memaksa semua instansi untuk melaksanakannya. Ia menyarankan payung hukum berbentuk Undang-Undang agar bisa memaksa instansi.
Sekadar tahu, selama ini imbauan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik baru berlandaskan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 yang ditetapkan pada 6 Agustus 2010 lalu. Karena dalam Prepres itu tidak ada sanksi yang tegas bagi instansi di pusat maupun pemerintah daerah bandel tidak melelang dengan cara elektronik.
Padahal jika melihat hasil lelang menggunakan program e-procurement ada penghematan anggaran sekitar 10%. Nah jika melihat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 sebesar Rp 1.726,2 triliun, maka akan ada dana lebih sekitar Rp 170 triliun. Pemerintah bisa menggunakan dana ini, untuk dialokasikan ke belanja infrastruktur.
LKPP melihat kendala pelaksanaan tender secara elektronik ini adalah masih minimnya pengetahuan pegawai atau pelaku pemerintahan. Apalagi baru ada 30% kabupaten kota yang menerapkan sistem ini.
Direktur E-Procurement LKPP Tatang Rustandar Wiraatmadja menjelaskan, alasan instansi seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tidak menggunakan jasa LKPP karena kekhawatiran akan data yang tidak sinkron. Sedang PU sendiri mempunyai data-data proyek yang besar.
Selain itu mereka mengklaim ada masalah sosialisasi. "Menurut saya itu tidak bisa menjadi alasan," tandas Tatang di Jakarta, Senin (30/9).
Kepala Ekonom Mandiri Destry Damayanti menyarankan pemerintah lebih getol mensosialisasikan proses tender secara elektronik ini. Ia yakin cara ini bisa mempercepat proses penggunaan anggaran belanja pemerintah yang dalam beberapa tahun ini terkesan lelet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News