kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.910.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.325   -52,00   -0,32%
  • IDX 7.189   22,15   0,31%
  • KOMPAS100 1.048   2,44   0,23%
  • LQ45 815   0,41   0,05%
  • ISSI 225   0,62   0,28%
  • IDX30 426   -0,30   -0,07%
  • IDXHIDIV20 504   -0,37   -0,07%
  • IDX80 118   0,05   0,04%
  • IDXV30 120   0,39   0,32%
  • IDXQ30 139   -0,17   -0,12%

KY tak akan campuri putusan hakim PN Palembang


Senin, 04 Januari 2016 / 23:05 WIB
KY tak akan campuri putusan hakim PN Palembang


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA.  Komisi Yudisial (KY) belum bisa bergerak memeriksa apakah ada pelanggaran kode etik hakim yang dilakukan Parlas Nababan dalam mengadili sidang perdata kasus kebakaran hutan dan lahan di Pengadilan Negeri Palembang. 

Menurut Komisioner KY Farid Wajdi, yang dipersoalkan saat ini adalah putusan hakim yang tidak bisa disentuh oleh KY. 

"Lain halnya kalau ada indikasi, misalnya hakim melakukan pelanggaran kode etik atau ada perilaku hakim yang menyimpang ketika melalukan proses persidangan," tutur Farid saat dihubungi, Senin (4/1). 

Di sisi lain, KY tidak memiliki informasi yang cukup terkait proses persidangan kasus ini. Pasalnya, sejak awal tidak ada permintaan kepada KY untuk memantau jalannya persidangan.

Menurut dia, seharusnya sejak awal diajukan permintaan permohonan pemantauan persidangan dari pihak penggugat atau pihak lainnya yang terkait dengan persidangan tersebut. 

"Nah, persoalannya menurut informasi yang ada, permintaan untuk pemantauan tidak ada," kata Farid.   

Selain itu, Farid mengungkapkan KY bisa saja melakukan pemantauan sidang tanpa ada permintaan jika perkara tersebut menyedot perhatian publik. Namun, kasus ini dinilai tidak terlalu menyedot perhatian.

"Jadi, KY juga tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk melakukan pemantauan terhadap kasus ini walaupun sebenarnya kita punya penghubung di Palembang," ujar Farid. 

Sebelumnya, gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke PT Bumi Mekar Hijau (BMH) senilai Rp 7,8 triliun ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang. 

Hakim menganggap tuduhan yang diberikan kepada perusahaan tidak bisa dibuktikan. 

Parlas Nababan sebagai ketua majelis hakim dalam pembacaan putusan sidang terbuka di Palembang, Rabu (30/12/2015), menyatakan bahwa selain menolak gugatan, pihak penggugat, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp 10.521.000. 

Parlas membacakan hal-hal yang menjadi pertimbangan putusan hakim, antara lain karena adanya ketersediaan peralatan pengendalian kebakaran. Lahan yang terbakar pun masih dapat ditanami. (Nabilla Tashandra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×