Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, serapan beras Bulog yang rendah saat ini bukan dikarenakan faktor produksi, tetapi dikarenakan harga pembeliannya yang lebih rendah dibandingkan biaya produksi petani.
“Yang jadi permasalahan Bulog masih menggunakan harga pembelian pemerintah (HPP) Inpres No. 5/2015, dengan gabah kering panen (GKP) Rp 3700 per kilogram (kg) sekarang biaya produksi petani Rp 4200 per kg GKP. Bulog akan selalu kesulitan serap gabah petani,” tutur Winarno, Kamis (20/9).
Winarno menyampaikan, masih ada petani yang masa panennya baru selesai. Karena itu, stok beras di petani akan terus bertambah. Menurutnya, harga yang tidak baik di tingkat petani akan menyebabkan petani menyimpan gabahnya hingga harga membaik. “Tetapi pemerintah mengartikan harga naik dan impor solusinya,” tambah Winarno.
Menurut Winarno, petani juga harus mendapatkan keuntungan, yang mana keuntungan ini berguna untuk mencukupi kebutuhannya. Karena itu, petani akan memilih menjual gabahnya ke pembeli yang menawarkan hrga lebih tinggi.
Di pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Winarno pun meminta agar HPP dinaikkan sesuai dengan kenaikan inflasi. Pasalnya, HPP saat ini belum mengalami perubahan sejak ditetapkan tahun 2015. Padahal, biaya produksi terus meningkat.
Melihat serapan beras Bulog saat ini, Winarno berpendapat, penyerapan beras Bulog hingga September tahun ini pun sudah cukup besar. Pasalnya serapan beras bulog dalam negeri sudah mencapai 1,4 juta ton.
Sebelumnya, Direktur Utama Bulog Budi Waseso menjelaskan, saat ini stok beras Bulog berkisar 2,4 juta ton. Sebanyak 1,4 juta ton diantaranya berasal dari beras impor dan 1,4 juta ton merupakan serapan dalam negeri. Beras serapan dalam negeri ini pun sudah digunakan untuk kebutuhan operasi pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News