kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPPOD apresiasi sinkronisasi aturan pusat daerah dalam penyusunan perda


Kamis, 08 Oktober 2020 / 18:00 WIB
KPPOD apresiasi sinkronisasi aturan pusat daerah dalam penyusunan perda
ILUSTRASI. Robert Endi Jaweng. Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyambut positif adanya sinkronisasi dan harmonisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) dalam pembentukan peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada) yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Sebelumnya di RUU Cipta Kerja terdapat ketentuan pembatalan perda dan perkada melalui peraturan presiden (perpres). Namun, pada UU Cipta Kerja hal itu dicabut karena dianggap bertentangan dengan putusan mahkamah konstitusi (MK).

"Kami sambut positif, yang penting jangan kayak versi awal perda dibatalkan oleh presiden dengan perpres. Ini menyalahi, soalnya kan ada putusan MK," jelas Robert saat dihubungi Kontan.co.id pada Kamis (8/10).

Baca Juga: Penggunaan dana desa sudah capai Rp 30,18 triliun

Robert menyebut dengan adanya aturan baru di UU Cipta Kerja mengenai perda dan perkada yang harus dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan pusat akan membuat perda dan perkada yang dibentuk ke depan semakin baik.

"Kompensasi dari tidak jadinya pembatalan perda dengan dengan menggunakan perpres, ada dua hal yang diperkuat. Yakni pengawasan dan pencegahan atau preventifnya ketika masih rancangan. Lalu kemudian ketika hasil evaluasi pemerintah pusat atas rancangan itu tidak dijalankan oleh pemda tapi perda tetap terbit maka baru bicara sanksi administratif," imbuhnya.

Robert menyebut, selama ini masih banyak perda maupun perkada yang pada akhirnya dibatalkan lantaran bermasalah. Padahal aturan daerah tersebut sudah berjalan dan dilaksanakan oleh masyarakat disatu daerah.

"Misalnya, kita sebagai pembayar pajak sudah terlanjur membayar pajak sesuai perda yang ada, kita dirugikan karena bayar pajak tiap tahun tapi ternyata perdanya itu bermasalah," jelas Robert.

Melalui fungsi pencegahan di hulu atau dalam artian saat perda masih berbentuk rancangan, Robert menilai, akan mengurangi perda atau perkada yang bermasalah di kemudian hari.

"Rancangan itu tidak akan jadi perda kecuali Kemenkeu dan Kemendagri menyatakan clean and clear boleh naik kelas dan rancangan perda jadi perda. Kalau review sudah bagus, evaluasi bagus di rancangan mestinya tidak akan ada perda yang bermasalah atau perda bermasalah tidak bisa lolos," ungkapnya.

Dari sisi sanksi, Robert menyebut, pemda yang tidak mau melakukan penyesuaian perda dan perkada dapat dikenakan sanksi administratif yang diatur di dalam PP. Sanksi akan menjadi tameng jika nantinya dalam pelaksanaan terdapat perda yang dinilai bermasalah bisa lolos.

Pencegahan di hulu, kata Robert, sangat berperan dalam memperbaiki administrasi pemerintahan. Sinkronisasi dan harmonisasi pusat dan daerah memang tepat dalam pembentukan aturan di daerah ke depan.

Namun, Robert menggaris bawahi bahwa ke depan tantangannya ialah pada sisi strategi implementasi dan pelaksanaan serta persiapan operasionalnya di lapangan.

Sementara, Wakil Bupati Kabupaten Pati Jawa Tengah, Saiful Arifin mengatakan, pihaknya sebagai sisi pemerintah daerah mengaku siap melaksanakan apa yang sudah ditentukan dalam UU Cipta Kerja terutama terkait administrasi pemerintahan.

Ia mendukung aturan tersebut. "Secara pribadi saya mendukung undang-undang ini untuk perbaikan ke depan, dan tentunya pemerintah daerah akan mensinkronkan kebijakan-kebijakan [dengan] pusat," kata Saiful.

Selanjutnya: Ridwan Kamil sampaikan surat protes buruh tolak omnibus law ke Jokowi besok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×