Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan megomentari pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto yang meminta KPK untuk tidak berdiplomasi ke media terkait penolakan RUU KUHAP-KUHP. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas malah memperingatkan pemerintah yang menempuh 'jalur gelap' dalam pembahasan RUU tersebut.
"Setelah kami kritisi dengan akademisi yang pro dan berpihak pada pemberantasan korupsi di kota-kota besar, naskah akademik itu mengingkari akar budaya bangsa dan ruh Pancasila," kata Busyro saat dihubungi wartawan, Kamis (27/2).
Lebih lanjut Busyro mengatakan, revisi tersebut dilakukan karena alasan KUHAP-KUHP yang ada saat ini telah produk kolonial Belanda. "Tetapi yang muncul justru memasukkan 'barang bekas Hakim Pemeriksa Pendahuluan'," tambah Busyro.
Hal itu menyangkut pasal terkait dengan penyadapan yang berisi bahwa penyadapan dilakukan harus dengan seizin hakim. Menurut Busyro, hal tersebut pun mengadopsi Belanda yang di sana pun sudah tidak eksis digunakan. Busyro bilang, hal itu juga merupakan salah satu contoh bahwa naska akademik RUU KUHAP-KUHP versi pemerintah tidak memiliki tatanan filosofi hukum yang merefleksikan budaya Indonesia.
"Saya sudah hafal cara kerja pemerintah di banyak sektor tidak sistemik, saling kontradiktif antar kementrian dan lembaga di pemerintahan," ujar Busyro.
Menurutnya, usulan Menko Polhukam tersebut bersifat tambal sulam. Artinya, hanya menambah masalah karena awal permasalahan pun terletak pada tataran filosofi dan ideologi yang tandus yang terdapat dalam naskah akademik tersebut. Sehingga, naskah tersebut hanya melemahkan KPK, BNN, Komnasham, PPATK, dan Pengadilan Tipikor, secara sistemik.
"Berat hidup dalam kemunafikan kekuasaan," imbuhnya.
Sebelumnya, Djoko Suyanto meminta KPK dan lembaga penolak RUU KUHAP-KUHP lainnya untuk menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait pasal-pasal yang dianggap melemahkan. Djoko juga meminta KPK agar tidak 'megafon' diplomasi ke media-media terkait penolakan tersebut.
Djoko menegaskan, tidak ada lembaga mana pun, termasuk pemerintah yang ingin mengebiri kewenangan KPK. RUU usulan pemerintah itu, lanjutnya, sudah disusun sejak 12 tahun lalu, bahkan sebelum KPK berdiri. Penyusunnya pun melibatkan para pakar hukum.
Seperti diberitakan, sejumlah kalangan termasuk KPK, mendesak pembahasan RUU KUHAP-KUHP dihentikan. Bahkan KPK sudah menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua DPR Marzuki Alie, pimpinan Komisi III, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, serta Panja RUU KUHP-KUHAP terkait penolakan pembahasan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News