Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membersihkan korupsi dalam pemberian izin usaha dan pengadaan barang jasa melalui penerapan sistem perizinan online dan pemberantasan pungutan liar belum berhasil 100%. Korupsi dan pungutan liar masih saja terjadi.
Data Transparency International Indonesia (TII) dari hasil survei yang mereka lakukan terhadap 1.200 pengusaha di 12 kota pada Juni- Agustus 2017 lalu mengungkap, dunia usaha masih mengeluhkan suburnya korupsi tersebut. Sebanyak 17% pengusaha yang disurvei misalnya, mengeluh gagal mendapat proyek.
Kekalahan tersebut celakanya disebabkan oleh pesaing bisnis mereka yang menyuap agar bisa mendapat proyek. Wawan Sujatmiko, Manager Riset TII, Rabu (22/11) mengatakan, sektor usaha yang paling rawan suap ada tiga.
Sektor tersebut; penyediaan air minum, perbankan dan listrik. Skore suap ketiga sektor tersebut masing- masingnya; 4,1, 4,0 dan 4,0 untuk skala pengukuran 0-5. "Sementara untuk kota, suap ini persentase suap terbesar disandang Bandung, mencapai 10,8% dari total biaya produksi," katanya Rabu (22/11).
Wawan mengatakan, dari hasil survei yang dilakukan tersebut pihaknya juga menemukan fakta; perilaku koruptif pelayan publik juga masih belum hilang. Mereka masih punya motivasi untuk memperkaya diri dengan cara salah.
Hal tersebut tercermin dari pengakuan pengusaha yang masih diminta untuk memberikan suap agar bisnis mereka lancar. "Dari 12 kota ketemu angka 57,2 skala 0 buruk, 100 baik," katanya.
Walaupun demikian, Wawan mengatakan, secara umum indeks persepsi korupsi di Indonesia membaik. Hasil survei TII tersebut menyimpulkan, rata- rata indeks persepsi korupsi di 12 kota yang disurvei sudah mencapai 60,8.
Indeks tersebut naik jika dibandingkan hasil survei TII 2015 lalu. Saat itu, indeks persepsi korupsi hanya 54,7. Diani Sadia Wati, Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah berupaya agar masalah korupsi dalam kegiatan usaha bisa dienyahkan.
Upaya konkrit bisa dilihat dari kebijakan Presiden Joko Widodo dalam menyatukan pengurusan ijin di Pusat Pelayanan Terpadu Satu Pintu. "Sudah jalan tapi masalah ini bukan tugasnya pusat, daerah juga dan sekarang masih ada gap yang memang perlu diperbaiki, termasuk regulasi. Ini yang dilakukan pemerintah terus-menerus," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News