Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Kepolisian Nasional menilai Kepolisian Republik Indonesia belum siap diawasi dan belum siap mereformasi diri. Kewenangan terbatas yang dimiliki Kompolnas menyulitkan pengawasan ketat terhadap kinerja kepolisian.
Demikian ditegaskan komisioner Kompolnas Muhammad Nasser dalam acara "Saresehan 10 Tahun Kompolnas" di Gedung Kompolnas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (3/6).
"Kita menemukan keadaan bahwa Polri belum siap diawasi. Bukan hanya itu, Polri juga belum siap menerima perubahan. Masih ada pejabat dan anggota Polri yang tak reformis, berpikir pakai paradigma lama, dan bertindak hanya berdasarkan kepentingan sesaat," ujar Nasser.
Komisioner lainnya, Hamidah Abdurachman, mengatakan bahwa Kompolnas menerima ribuan keluhan masyarakat tentang kinerja Polri di seluruh Indonesia. Para komisioner Kompolnas menindaklanjuti laporan itu dengan metode klarifikasi, yakni dengan menanyakan langsung ke satuan kerja yang dikeluhkan oleh masyarakat. Hasil klarifikasi akan dianalisis dan hasilnya akan kembali diserahkan ke Polri sebagai bahan masukan perubahan kebijakan.
Berdasarkan data sejak tahun 2013, Hamidah mengatakan, hanya 30 persen surat rekomendasi dari Kompolnas yang dijalankan oleh Polri. "Kami berharap rekomendasi-rekomendasi dari kita direspons dengan baik sehingga proses penanganan kasus akan semkin mudah dan cepat serta tidak main-main supaya tidak ada lagi keluhan dari masyarakat terkait kinerja kepolisian," ujar Hamidah.
Perlu pengawasan ketat
Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala menyebutkan bahwa Polri perlu diawasi secara ketat demi peningkatan kinerja dan mewujudkan reformasi institusi. Namun, struktur Polri di mana sang pimpinan langsung bertanggung jawab kepada presiden membuat pengawasan kinerja Polri tidak berjalan dengan baik. Kompolnas tidak dapat melakukan pengawasan maksimal kepada Polri sebab metode klarifikasi yang dijalankannya selama ini lemah dan tidak bersifat mengikat.
"Pertanyaannya adalah mengapa undang-undang Kompolnas mengatur kewenangan yang minimal? Pendekatan seperti yang diatur dalam UU itu tidak akan menyelesaikan masalah. Yang diharapkan, selama 10 tahun Kompolnas semakin kuat, semakin keras dan 'gigit' ke polisi, itulah yang belum ada," ujar dia.
Adrianus mengatakan bahwa Kompolnas telah mengajukan permohonan amandemen Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan perubahan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Kompolnas. Hal yang diubah adalah tugas pokok, fungsi, dan wewenang komisioner Kompolnas yang dapat menginvestigasi kinerja Polri dan memberikan rekomendasi yang bersifat mengikat ke satuan kerja kepolisian.
"Berkaca pada Jepang, Kompolnas di Jepang itu benar-benar menjadi atasan Kapolri. Jadi semua kebijakan itu benar-benar diawasi dan segala rekomendasi dijalankan pimpinan polisi di sana," ujar Adrianus.
Adrianus berharap Presiden Joko Widodo mengabulkan permohonan amandemen UU Polri dan Perpres Kompolnas tersebut supaya Polri tidak lagi menjadi institusi yang sewenang-wenang, tidak profesional dan tidak transparan.
Tanggapan Polri
Menanggapi itu, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menampik intitusinya tidak mau diawasi dan menerima perubahan. Badrodin mengatakan, sejak lama Korps Bhayangkara selalu siap untuk diawasi.
"Dari dulu juga siap diawasi, enggak pernah ada masalah," ujar Badrodin.
Badrodin mengkritik kinerja Kompolnas yang bekerja berdasarkan kasus per kasus. Ia berharap Kompolnas dapat menetapkan strategi pengawasan yang lebih mumpuni, misalnya dengan menitikberatkan pada persoalan di salah satu sektor saja untuk dievaluasi kemudian dihasilkan suatu rekomendasi yang sifatnya mengubah kebijakan umum Polri. Menurut Badrodin, hal itu akan jauh lebih efektif.
"Sistem pengawasan yang dibangun yang bagaimana? Apa satu per satu diawasi? Atau misalnya banyak pelanggaran di penegakan hukum, telitilah, apa kebijakannya yang salah, apa keterampilannya yang kurang. Itu baru bisa diperbaiki. Kalau satu per satu, enggak bisa diselesaikan masalah," ujar Badrodin. (Fabian Januarius Kuwado)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News