Reporter: Elisabeth Adventa, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah harus menunggu restu DPR untuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Walau partai pendukung pemerintah menguasai suara di DPR, namun tidak akan mudah bagi DPR mengesahkan Perppu 1/2017 menjadi undang-undang (UU). Sebab beberapa legislator keberatan lahirnya Perppu 1/2017.
Wakil Ketua Komisi XI Soepriyatno mengatakan, DPR akan membahas aturan ini bersama Menteri Keuangan mulai pekan ini. Hasil pembahasan tersebut akan menentukan perppu tersebut bisa naik level dan disahkan menjadi UU atau justru ditolak. Perppu ini menjadi program prioritas demi menindaklanjuti amnesti pajak yang berakhir 31 Maret 2017.
Namun, meski keberadaan perppu itu diyakini bisa menguntungkan kinerja pajak, tapi baginya, masih perlu kajian mendalam, apakah saat ini memang ada kondisi mendesak sehingga pemerintah harus mengeluarkan perppu. "Sekarang apakah ini sudah sangat mendesak? Nanti akan kami bahas di Komisi XI. Rencananya pekan ini," kata Soepriyatno, Senin (22/5).
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kardaya Warnika mengatakan, alasan mendesak menjadi subjektivitas pemerintah. Namun baginya, belum ada keadaan memaksa yang membutuhkan kehadiran Perppu 1/2017.
Malahan, Kardaya khawatir, dasar hukum baru itu tidak sejalan dengan amnesti pajak.
Amnesti pajak telah mengampuni dosa-dosa wajib pajak. Namun kemudian, lahir Perppu 1/2017 yang bisa menggali data keuangan wajib pajak.
Bukan tidak mungkin, wajib pajak malah ketakutan karena kerahasiaan data finansialnya akan dilihat oleh aparat pajak. Ini bisa menyebabkan investor tidak nyaman, sehingga dana yang sudah masuk malah balik lagi ke negara asal. "Coba bayangkan kalau uangnya terbang lagi ke luar. Bagaimana perekonomian Indonesia? Bagaimana investasi? Bisa menurun," tandas Kardaya.
Namun Johnny G Plate, anggota Komisi XI asal Partai Nasional Demokrat menilai, Perppu 1/2017 layak menjadi UU. Ada unsur mendesak yang menyebabkan pemerintah melahirkan perppu itu. "Perppu ini untuk memastikan agar Indonesia memenuhi komitmen pertukaran informasi perpajakan," katanya.
Mukhamad Misbakum, anggota Komisi XI dari Partai Golkar setuju Perppu No 1/2017. Alasannya, penerimaan pajak masih rendah. Menurutnya, penerimaan perpajakan bisa terdongkrak jika Direktorat Jenderal Pajak bisa memanfaatkan data-data di perbankan. "Penerimaan kan tulang punggung kepentingan nasional jadi ini menurut saya mendesak," kata legislator dari Jawa Timur ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News