Reporter: Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi I DPR mulai menggelar pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran, Selasa (21/4). Dalam pembahasan revisi RUU Penyiaran ini, parlemen menyoroti sejumlah masalah terkait sistem siaran televisi digital.
Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengatakan, saat ini lembaga penyiaran publik, swasta maupun berlangganan merambah ke teknologi digital. "Di UU Penyiaran sebelumnya belum ada, sehingga revisi ini perlu memberikan payung terhadap para pemangku kepentingan," kata Hanafi, Selasa (21/4).
Pengaturan lembaga multiplexing (MUX) juga menjadi perhatian dalam RUU tentang Penyiaran. Nantinya, lembaga penyelenggara atau multiplexer harus ada di bawah pemerintah, bukan swasta. Dalam RUU ini, juga akan diatur tentang peran pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia.
Revisi RUU tentang penyiaran akan menggantikan Undang-Undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Revisi RUU ini terdiri dari sekitar 200 pasal, lebih banyak dibandingkan pasal yang tertuang di UU No. 32/2002.
Revisi RUU ini ditargetkan selesai tahun ini, karena masuk dalam 37 RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2015. Di tahun ini, DPR juga akan merampungkan pembahasan RUU tentang rencana penggabungan RRI dan TVRI serta revisi UU ITE.
Selain akan mengatur penyiaran digital, revisi UU Penyiaran ini akan memperjelas wewenang pemerintah dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan membatasi kepemilikan televisi yang saat ini tanpa kendali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News