Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Laksmi Dhewanthi mengatakan, aksi pengendalian perubahan iklim baik upaya mitigasi maupun adaptasi perlu didukung oleh banyak instrumen dan pendanaan.
Selama ini, aksi pengendalian perubahan iklim didanai dari berbagai sumber, terutama dari APBN. Berdasarkan laporan Third Natonal Communication (TNC) kepada Sekretariat UNFCCC pada tahun 2017, untuk kurun waktu 2015-2020, Indonesia memerlukan pendanaan yang cukup besar untuk membiayai pelaksanaan komitmen adaptasi dan mitigasi dalam pengendalian perubahan iklim yaitu sebesar US$ 81 miliar.
Sebab itu, untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) yang berisi target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga tahun 2030, APBN menganggarkan 34% dari total kebutuhan pembiayaan iklim atau sebesar Rp 3.461 triliun selama kurun waktu tersebut.
“Kalau kita hanya bertumpu pada budget pemerintah, maka ini tidak akan cukup, sehingga ada beberapa strategi yang dikembangkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian LHK dan kementerian Keuangan yang menjadi focal point dalam pendanaan aksi pengendalian perubahan iklim,” kata Laksmi dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Minggu (21/3).
Baca Juga: Ini rencana dan program neutralitas karbon yang disiapkan pemerintah Indonesia
Laksmi menjelaskan, terdapat 4 strategi yang dikembangkan untuk mengatasi persoalan pendanaan aksi pengendalian perubahan iklim. Pertama adalah kebijakan fiskal yang diwujudkan dalam bentuk pendapatan, pembelanjaan dan pembiayaan.
Kedua adalah mengembangkan instrumen-instrumen pembiayaan yang inovatif, seperti Result-Base Payment (RBP), Global dan Ritel Green Sukuk untuk membiayai poyek hijau dalam APBN, serta pelibatan dunia usaha swasta dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk membiayai proyek infrastruktur.
Ketiga, meningkatkan akses terhadap pendanaan di tingkat global seperti Green Climate Fund (GCF), Global Environment Facility (GEF), dan sumber pendaaan global lainnya. Dalam meningkatkan akses pendanaan global ini, tentunya ada beberapa hal yang diperbaiki seperti tata kelola, pendataan, termasuk sistem registri untuk bisa membuktikan secara valid, berapa besar capaian penurunan emisi GRK di Indonesia.
Keempat, meningkatkan daya tarik investasi, baik itu investasi swasta, business to business, maupun antar pemerintah atau negara.
Laksmi menyebut, salah satu inovasi yang dilakukan adalah meningkatkan tata kelola atau mendorong upaya Indonesia untuk memobilisasi sumber-sumber pendanaan untuk pengendalian perubahan iklim di luar APBN.
“Maka dari itu, pada bulan Oktober tahun 2019, pemerintah telah meluncurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang mempunyai tugas untuk mengelola, memupuk dan menyalurkan berbagai macam pembiayaan yang dapat mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk pengendalian perubahan iklim,” ujar dia.
Selanjutnya: Turunkan emisi karbon, pemerintah bakal perdagangan emisi karbon pada 80 PLTU
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News