Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam tiga tahun pemerintahannya, Joko Widodo-Jusuf Kalla terus menggenjot proyek infrastruktur. Sejumlah proyek pun sudah terlihat hasilnya.
Namun demikian, di balik keinginan membangun infrastruktur yang menjadi salah satu pencapaian itu, ada tantangan keterbatasan pembiayaan. Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro mengatakan, pembangunan infrastruktur sendiri hukumnya wajib karena Indonesia sudah lama tertinggal dari negara lainnya.
Namun, lantaran ada keterbatasan financing, maka kemungkinan perlu ada penyesuaian target. “Yang harus diselesaikan adalah keterbatasan financing-nya. Karena kalau kami lihat, targetnya besar. Target mungkin perlu di-adjust kalau memang financing-nya tidak memadai,” kata Andry kepada KONTAN, Selasa (17/10).
Oleh karena itu, pemerintah perlu membuka ruang-ruang financing yang lebih besar lagi agar tidak terjadi krisis kecil, yakni dengan mengoptimalkan peran dari pasar modal. Hal ini guna meningkatkan pembiayaan korporasi yang selama ini lebih condong ke perbankan.
“Bukan hanya harapkan dari perbankan, kan ada legal lending limit, sekarang harus mulai ke nonbank. Dan itu sudah dilakukan,” ujarnya.
Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi melihat, apabila posisi penerimaannya masih jauh target dan budget deficit terancam naik menjelang akhir tahun, bonds market bisa agak goyang.
“Investor bisa meng-corner pemerintah dengan minta yield yang lebih tinggi. Saya lihat ini sebagai resiko, bukan sesuatu yang pasti akan terjadi,” kata dia.
Adapun menurutnya, apabila pemerintah lebih disiplin dalam fiskalnya, terutama dengan pangkas atau tunda belanja ke tahun depan, kondisi ini bisa dicegah. “Manajemen defisit APBN-nya mesti diperbaiki,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News