Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepemilikan investor asing pada surat berharga negara (SBN) menembus rekor sepanjang sejarah yaitu Rp 1.001 triliun. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat investor asing mencaplok porsi sebesar 39,3% dari total kepemilikan SBN.
Direktur Jenderal DJPPR Luky Alfirman mengatakan, sejumlah sentimen positif menyelimuti pasar obligasi domestik belakangan ini. Salah satu yang paling signifikan adalah potensi perubahan arah kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Federal Reserve.
“Pernyataan dovish soal Fed fund rate itu mengakibatkan adanya penurunan yield obligasi yang cukup signifikan,” kata Luky, Kamis (11/7). Di pasar obligasi, semakin turun tingkat yield maka semakin tinggi juga harga instrumen obligasi sehingga banyak diminati.
Baca Juga: Kemkeu optimistis target penerbitan SBN ritel tahun 2019 tercapai
Tambah lagi, potensi penurunan suku bunga AS membuat investor semakin melirik emerging market, salah satunya Indonesia. Dengan tingkat yield di atas 7% saat ini, instrumen surat utang pemerintah masih sangat menarik.
Selain itu, investor juga kian tertarik pasca naiknya peringkat utang Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S&P). Kenaikan peringkat menambah manis pasar obligasi domestik Indonesia.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Loto Srinaita Ginting menambahkan, derasnya aliran modal asing ke pasar obligasi domestik juga mencerminkan tingkat kepercayaan investor yang makin tinggi terhadap pengelolaan ekonomi Indonesia.
“Bahkan kemarin waktu roadshow (ke luar negeri), investor menanyakan apakah kita masih akan terbitkan global bond di tahun ini karena mereka tertarik,” tutur Loto, Kamis (11/7).
Baca Juga: SBR007 resmi dijual, Kemkeu targetkan Rp 2 triliun
Meski menjadi indikasi yang positif terhadap perekonomian Indonesia, pemerintah menyadari besarnya porsi kepemilikan asing pada obligasi pemerintah juga berisiko. Oleh karena itu, pemerintah juga tetap gencar mendorong perluasan basis investor domestik, terutama investor ritel/individual.
Hanya saja, Loto memandang, investor domestik masih kalah agresif dibandingkan asing. Padahal pemerintah mengaku sudah membuka banyak ruang bagi investor domestik melalui berbagai penerbitan instrumen.
“Minat investasi makin besar, makanya ritel mestinya mengambil kesempatan ini. Kalau enggak, nanti peluang itu ya diambil oleh asing,” pungkasnya.
Penerbitan SBR006 yang lalu, misalnya, hanya berhasil menyerap dana sebesar Rp 2,26 triliun dari investor ritel domestik. Meski melampaui target indikatif Rp 2 triliun, Loto mengaku target pemerintah sejatinya lebih tinggi lagi yaitu bisa mencapai Rp 5 triliun.
Baca Juga: Ini plus minus membengkaknya dana asing di pasar SBN yang capai Rp 1.000 triliun
“Artinya kan ruangnya sudah dibuka sampai Rp 5 triliun, tapi investor hanya menyerap seputar Rp 2 triliun- Rp 3 triliun. Mungkin investor domestik ada pertimbangan lain, atau masih perlu adaptasi,” kata dia.
Tak hanya investor ritel, Loto berharap investor domestik dari institusi seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank juga lebih agresif berinvestasi pada obligasi pemerintah. “Kalau domestik lebih agresif tentunya secara perlahan (porsi) asing bisa turun. Kalau sekarang ini, ya, asing yang lebih agresif, jadi (obligasi) diborong,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News