Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mendorong lonjakan harga daging ayam ras dan telur ayam ras. Di mana kedua komoditas pangan tersebut turut menyumbang inflasi pada Oktober 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, telur ayam ras mencatatkan inflasi 4,43%, dan daging ayam ras 1,13% pada bulan Oktober 2025.
Pengamat Pertanian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menilai kenaikan ini bukan semata-mata diakibatkan oleh program MBG, melainkan dipicu oleh faktor fundamental di sisi produksi.
"Sebetulnya kalau ditelusuri penyebab kenaikan ayam dan telur ini bukan semata-mata karena ada MBG. MBG ini masih hanya ada di beberapa titik dan jangkauannya belum luas, jadi kenaikannya di tingkat lokal saja. Kalau udah se-nasional yang naik harganya, berarti bukan hanya karena MBG saja tapi ada faktor lain yang jadi penyebab kenaikan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (4/11/2025).
Baca Juga: Jadi Pendorong Inflasi, Airlangga Sebut Kenaikan Harga Emas Akibat Gangguan Produksi
Eliza menegaskan, kenaikan harga secara nasional menunjukkan adanya faktor lain seperti adanya kombinasi antara cost push inflation (dorongan biaya produksi) dan struktur pasar yang tidak sehat.
Komponen terbesar dalam biaya produksi telur, kata Eliza, adalah pakan, yang memakan 60% dari total biaya. Harga jagung pipil kering sebagai bahan baku pakan utama telah melonjak tajam, dari rata-rata Rp 4.500 per kg pada Januari 2025 menjadi Rp 6.400 per kg pada Oktober 2025.
"Padahal produksi jagung pipil kering kadar air 14% naik dari 14 juta ton (Januari-November 2024) menjadi 15,2 juta ton (Januari-November 2025). Seharusnya kalau supply bertambah harga turun," katanya.
Eliza menuturkan, kenaikan harga jagung ini, didorong oleh mekanisme pasar input yang oligopolistik. Menurutnya, struktur pasar pakan didominasi oleh pemain besar (integrator) yang menyerap sebagian besar jagung lokal dan melakukan stok sehingga peternak mandiri kesulitan mendapatkan pakan dengan harga wajar.
"Pabrik pakan skala besar (integrator) menyerap sebagian besar jagung lokal dan melakukan stok, peternak mandiri jadinya kesulitan beli, kalaupun ada itu harganya relatif mahal," tegasnya.
Baca Juga: BPS: Program Makan Bergizi Gratis Mengerek Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras
Dia bilang, hal ini membuat peternak rugi jika harus menjual telur sesuai Harga Acuan Pemerintah (HAP).
Eliza mengakui, meskipun pengaruh telur terhadap total inflasi relatif kecil (1,32%), dampaknya bagi masyarakat menengah ke bawah sangat besar. Di mana, lebih dari separuh pendapatan kelompok ini habis untuk membeli bahan makanan.
“Jadi agar mereka daya belinya terjaga maka pemerintah perlu sering operasi pasar, mengoptimalkan koperasi desa merah putih yang jualan sembako karena mereka menjual harga murah,” tandasnya.
Selanjutnya: Saham Bangkit ke Zona Hijau, Intip Prospek TOBA Usai Rilis Kinerja Kuartal III-2025
Menarik Dibaca: Makanan Peningkat Mood saat Sedih
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













