kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan harga BBM tak perlu restu DPR


Selasa, 23 Oktober 2012 / 08:32 WIB
Kenaikan harga BBM tak perlu restu DPR
ILUSTRASI. Aktifitas bongkar muat Timah di Pelabuhan sunda Kelapa, Jakarta (19/12). Siapkan dana Rp 1,3 triliun, PT Timah (TINS) akan buyback sukuk dan obligasi. KONTAN/Muradi/19/12/2011


Reporter: Herlina KD | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Pemerintah di atas angin. Tahun depan, kendali kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ada di tangan pemerintah sepenuhnya. Pemerintah tak perlu lagi meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengerek harga premium dan solar.

Aturan main yang memberi wewenang penuh ke pemerintah itu tertuang dalam Pasal 8 ayat 10 Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2012.

Bunyinya: Belanja subsidi bisa disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi ekonomi makro dan perubahan parameter subsidi, berdasarkan kemampuan keuangan negara.

Satya W. Yudha, anggota Badan Anggaran DPR, menyatakan, Pasal 8 ayat 10 bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. "Kalau nanti disetujui di paripurna, maka sudah tidak ada pasal yang meminta persetujuan DPR bila pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi," katanya kemarin (22/10).

Semua fraksi di Badan Anggaran kecuali Fraksi PDI-P sepakat memberi wewenang penuh kepada pemerintah untuk mendongkrak harga BBM bersubsidi. Kalau tidak ada aral melintang, hari ini (23/10), rapat paripurna DPR bakal mengesahkan RUU APBN 2012 menjadi UU.

Fraksi Partai Golkar, misalnya, setuju menyerahkan sepenuhnya pengelolaan subsidi energi kepada pemerintah. "Termasuk di dalamnya apabila dilakukan penyesuaian harga," tambah Satya.

Sedang Fraksi PDI-P yang menolak mentah-mentah meminta tambahan penjelasan Pasal 8 ayat 10 yang memerinci berapa besar deviasi asumsi makro. Menurut Dolfie OPF, anggota Fraksi PDI-P, kepastian penyimpangan ini untuk mengunci pemerintah agar tidak asal menaikkan harga BBM bersubsidi.

Contohnya, harga BBM baru bisa naik kalau harga minyak mentah Indonesia naik lebih dari 10% dari asumsi makro.
Tapi, Herry Purnomo, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, bilang, pasal itu bukan instrumen pemerintah untuk menaikkan harga BBM.

"Kalau terjadi deviasi asumsi makro, pemeritah bisa menaikkan anggaran subsidinya," kilahnya.
Makanya,  pemerintah tetap akan melapor ke DPR jika meminta tambahan subsidi energi. Langkah ini adalah bentuk transparansi pengelolaan anggaran negara.

Sebagai catatan, tahun depan, subsidi energi mencapai Rp 274,78, dengan asumsi tarif listrik naik sebesar 15%.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×