Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Persoalan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dinilai menjadi faktor utama yang membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pemerintah setiap tahunnya. Untuk mengurangi beban APBN itu, banyak pihak yang menilai dan menyarankan pemerintah untuk kembali menaikkan harga jual BBM.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Anthonius Tony Prasetiantono mengungkapkan, pengurangan BBM bersubsidi dengan menaikkan harga jual menjadi salah satu langkah yang tepat. Meski begitu, menurut Tony, langkah tersebut tidak ideal dilakukan pada tahun politik 2014 ini, melainkan pada 2015 mendatang.
Sebab, saat ini kondisi ekonomi Indonesia sedang dalam fase pemulihan. Hal ini ditunjukkan dengan perlambatan inflasi serta penguatan nilai tukar rupiah. Sehingga, menurutnya, keadaan yang relatif membaik ini, jangan diusik terlebih dahulu dan menunggu sampai dengan suhu ekonomi lebih baik lagi.
"Jangan diusik dulu, sebaiknya cooling down dulu. Idealnya pengurangan subsidi BBM dan kenaikan harga bisa dilakukan pada triwulan I-2015, saat tekanan inflasi sudah agak reda. Itu saat yang tepat. Umur pemerintah sudah satu semester, jadi lebih berani," ujar Tony di Gedung BI, Jakarta, Rabu (2/4).
Kenaikan harga BBM yang bersubsidi ini, menurut Tony memerlukan keberanian dari pemerintah mengingat akan berpengaruh ke lingkungan sosial masyarakat. Ia menambahkan, kenaikan harga jual BBM bersubsidi yang dilakukan pemerintah pada pertengahan 2013 lalu memang menimbulkan dampak yang cukup panjang.
Hal itu lebih disebabkan kenaikan dilakukan bebarengan dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Faktor lain yang mendukung kenaikan harga BBM adalah kriteria pemimpin Indonesia nantinya yang diharapkan menjadi benar-benar pilihan masyarakat.
"Harapannya kalau Presiden Indonesia mendatang sangat popular dan diharapkan masyarakat, maka kebijakan itu akan kurang dilawan masyarakat ketimbang Presiden yang tidak baik. Pasti ada perlawanan (terhadap opsi kenaikan harga BBM yang bersubsidi), tapi itu akan menjadi minimal kalau Presidennya disukai masyarakat," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News