Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemberian subsidi seharusnya diberikan langsung pada sasarannya, termasuk pemberian subsidi beras miskin (raskin). Kementerian Keuangan (Kemkeu) menilai pemberian raskin idealnya dilakukan melalui pemberian voucher.
Dirjen Anggaran Kemkeu Askolani mengatakan pemberian raskin dulunya sudah ada wacana diberikan melalui voucher. Namun kala itu Badan Urusan Logistik (Bulog) salah tanggap dengan berpikir kalau diberikan melalui voucher lalu siapa yang nantinya akan mengambil raskin. Bulog takut beras yang dimilikinya tidak tersalurkan dan akhirnya menumpuk di gudang.
Menurut Askolani, sistem voucher adalah sistem yang bagus karena lebih tertargetkan ke masyarakat yang membutuhkan. "Kalau pakai voucher tidak sembarangan dibagikan. Orangnya jelas, besarannya jelas. Bisa dapat sesuai dengan target," ujarnya, Selasa (16/6).
Voucher raskin ini bisa digabungkan dengan Kartu Indonesia Sejahtera (KIS) dan menggunakan data KIS. Yang penting adalah voucher raskin ini dibuat spesifik sehingga hanya bisa digunakan untuk membeli beras dan tidak bisa membeli pulsa ataupun rokok.
Dengan menggunakan skema yang sekarang yaitu melalui pemerintah daerah (pemda), ia mengakui raskin banyak salah sasaran. Orang mampu bisa mendapat jatah raskin. Apalagi dalam praktiknya di lapangan, pemda ternyata perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membagikan raskin ke masyarakat.
Ada pemda yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk ongkos menyalurkan raskin sehingga harga raskin tetap Rp 1.600 per kilogram. "Kalau tidak ya dibebanin ke masyarakat. Akibatnya harga yang harus dibayar masyarakat jadi Rp 1.800. Ini yang terjadi di lapangan dan jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," paparnya.
Lebih lanjut, Askolani menuturkan ide ini baru sebatas ide dan butuh waktu untuk diimplementasikan. Ide ini adalah ide yang dimunculkan oleh Menteri Keuangan dan perlu dilakukan pembahasan bersama kementerian terkait seperti Kementerian Sosial. "Keuangan itu kasih ide yang bisa dipikirkan untuk diimplementasi," terangnya.
Adapun ide voucher ini juga bisa diterapkan pada subsidi listrik di mana Menkeu mengungkapkan pada tahun depan konsumen rumah tangga 450 dan 900 watt tidak lagi mendapat subsidi lewat Perusahaan Listrik Negara (PLN). Nantinya subsidi listrik dialihkan memakai program kartu. Kartu subsidi listrik ini, jelas Akolani, juga masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News