Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan uji coba penerapan transaksi jalan tol nontunai nirsentuh atau multilane free flow (MLFF) akan mulai dilakukan pada awal tahun depan.
“Kami mungkin akan mulai trial pertama di awal tahun depan,” kata Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI, Rabu (14/9).
Hedy mengatakan, penerapan MLFF akan membuat pelayanan tarif jalan tol semakin baik. Nantinya pengguna jalan tol akan membayar tarif jalan tol sesuai jumlah kilometer yang dilalui.
Baca Juga: Menhub Budi Karya Sumadi Dorong Sistem Pembayaran Transportasi Berbasis Akun
“Dan ini nanti kita bisa menerapkan apa yang disebut fair pricing karena sistem bisa mendeteksi dimana dia masuk dan dimana dia keluar. Jadi nanti fair pricing dimana bapak masuk di situ keluar berapa kilometer dikali tarif per kilometernya. Jadi benar benar fair. Ini bisa kita terapkan nanti,” ujar Hedy.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Danang Parikesit menambahkan, penerapan MLFF nantinya dapat memungkinkan dua hal. Pertama, pembayaran transaksi tarif jalan tol dilakukan tanpa melakukan transaksi di pintu masuk jalan tol. Kedua, pembayaran jalan tol bisa dilakukan sebelum berangkat.
“Sebenarnya kita sebelum berangkat pun sudah bisa langsung merencanakan perjalanan dan membayar sebelum berangkat itu yang dinamakan road ticket. Nanti bisa mereka yang tidak punya smartphone bisa langsung membayar melalui internet, pada saat dia melalui sudah terdeteksi dan terdeduksi biaya yang telah dibayarkan sebelumnya,” ucap Danang.
Baca Juga: Kerugian Capai Rp 4,4 Triliun Per Tahun, Inilah Kelemahan dari Sistem E-toll
Danang mengatakan, penerapan MLFF akan membuat pembayaran tarif tol lebih efisien karena dapat mengurangi antrean di pintu masuk jalan tol. Adapun berdasarkan studi World Bank, kemacetan yang terjadi di jalan Indonesia diperkirakan menyebabkan kerugian Rp 56 triliun per tahun.
Dari jumlah tersebut, 8% kerugian atau sekitar Rp 4,4 triliun berasal dari kemacetan di jalan tol yang salah satunya terkait dengan kemacetan saat transaksi pembayaran atau tapping di gate jalan tol.
“Kalau kita kaitkan dengan transaksi harian itu 3,6 juta transaksi bisa dibayangkan perlambatan kendaraan pada saat transaksi berapa besar dan kebutuhan BBM bisa demikian besar sehingga tadi Pak Dirjen juga mengutip pernyataan di media soal pemborosan bahan bakar dan waktu perjalanan hingga sampai angka Rp 4,4 triliun,” pungkas Danang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News