kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemenkeu revisi peraturan denda atas pelanggaran devisa hasil ekspor, ini alasannya


Minggu, 17 Oktober 2021 / 13:37 WIB
Kemenkeu revisi peraturan denda atas pelanggaran devisa hasil ekspor, ini alasannya
ILUSTRASI. Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu, Askolani,


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur tentang tarif dan tata cara pengenaan denda atas pelanggaran ketentuan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA).

Revisi tersebut dilakukan melalui penerbitan PMK 135/2021 yang mengubah aturan sebelumnya yakni PMK 98/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif berupa denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan SDA.

Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu, Askolani, mengatakan, revisi aturan tersebut guna untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pelaksanaan pelayanan dan pengawasan kepabeanan di bidang ekspor serta untuk menyelaraskan ketentuan mengenai pengawasan devisa hasil ekspor dengan ketentuan Penerima Negara Bukan Pajak (PNBP).

Sementara itu, Dia menjelaskan, implementasi pada PMK 98/2020 mengacu pada Undang-Undang No. 9/2018 tentang PNBP sehingga dengan berlakunya aturan turunan dari UU tersebut, perlu dilakukan harmonisasi dengan PP 58/2020 tentang Pengelolaan PNBP dan PP 69/2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis PNBP yang mengatur jenis PNBP yang berasal dari Hak Negara Lainnya.

Baca Juga: Kemenkeu revisi peraturan denda pada pelanggaran devisa hasil ekspor, ini rinciannya

“Sehingga rekomendasi dari simulasi sistem penetapan sanksi administrasi atas pelanggaran ketentuan DHE ini yang memerlukan relaksasi proses bisnis,” kata Askolani kepada Kontan.co.id, Minggu (17/10).

Selain itu, alasan revisi peraturan tersebut adalah guna untuk mengatur simplifikasi pemberian pelayanan ekspor kembali, setelah eksportir melunasi pungutan berupa denda tanpa konfirmasi pemenuhan kewajiban oleh Bank Indonesia.

Dengan demikian, menurutnya PMK-135/2021 merupakan harmonisasi atas mekanisme  pelaksanaan sanksi administrasi berupa denda yang merupakan PNBP, dimana pengenaan sanksi administrasi berdasarkan atas informasi hasil pengawasan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, serta tidak mempengaruhi ketentuan pemasukan Devisa Hasil Ekspor ke dalam reksus (rekening khusus) atau SKI yang tetap mengikuti ketentuan PP 1/2019 dimana pengawasannya tetap dilakukan oleh Bank Indonesia.

Selanjutnya: UU sumber daya air (SDA) digugat ke Mahkamah Konstitusi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×