kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemenkeu Masih Temukan Pemda yang Tidak Optimal dalam Pemanfaatan Dana


Selasa, 08 Februari 2022 / 16:00 WIB
Kemenkeu Masih Temukan Pemda yang Tidak Optimal dalam Pemanfaatan Dana


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti mengungkapkan, masih banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi di daerah, terutama terkait penyelewengan dan pemanfaatan dana oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

Laki-laki yang akrab disapa Prima ini mengungkapkan, permasalahan di Pemda tersebut  harus segera diperbaiki, agar pemanfaatannya dapat berjalan dengan optimal. Selain itu, tidak sejalan juga dengan desentralisasi fiskal yang capaiannya positif selama 20 tahun, karena Pemda dalam theil index turun dari 0,33 menjadi 0,23.

“Walaupun desentralisasi fiskal sudah positif, masih banyak penyelewengan pemanfaatan dana oleh pemerintah daerah (Pemda) yang harus diperbaiki,” tutur Prima dalam seminar nasional, Selasa (8/2).

Prima menjelaskan, Pemda perlu memperbaiki terkait pemanfaatan transfer daerah masih belum optimal. Astera menyebutkan, masih banyak daerah yang memanfaatkan Dana Alokasi Umum (DAU) mayoritas untuk belanja pegawai, bukan untuk belanja infrastruktur.

Baca Juga: Menakar Dampak Tappering Off Terhadap Posisi Cadangan Devisa

Hal ini terbukti dengan adanya daerah yang menggunakan DAU-nya sebanyak 64,8% untuk belanja pegawai, sementara dalam skala nasional belanja pegawai itu di kisaran 32% sampai 34%.

Kemudian, Prima mengungkapkan, masih banyak daerah yang sangat bergantung kepada Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain itu, struktur belanja daerah juga masih belum fokus, terlihat dari jumlah program yang membeludak sampai 29 ribu serta kegiatan sebanyak 263 ribu.

Adapun, tingginya belanja pegawai ini juga ternyata berbanding terbalik dengan  belanja infrastruktur yang di kebanyakan daerah realisasinya masih minim, yakni di kisaran 11% sampai 14%. Selain itu, belanja daerah juga masih didominasi oleh sistem penjatahan antar dinas.

“Masing-masing dinas memiliki program yang sama, ini bisa kita lakukan perbaikan program yang sama jangan berulang, sehingga cost-nya lebih rendah dan akan ada check and balance untuk mengurangi risiko fraud karena struktur belanja yang sangat banyak,” jelasnya.

Baca Juga: Dibuka Lagi Progam Pengungkapan Sukarela Pajak, Bisa untuk WP Pribadi atau Badan

Selain itu, permasalahan di daerah juga karena masih terbatasnya pemanfaatan pembiayaan dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di daerah. Sebab, masih banyak daerah yang h melakukan pinjaman ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan sulit mengeluarkan obligasi daerah. Sehingga, menurutnya, perlu ada sinergi fiskal antara pusat dan daerah.

“Sekarang masih sering ada program yang tidak matching antara induk dan anak-anaknya. Salah satunya dalam kapasitas fiskal yang bisa ditingkatkan dengan naiknya penghasilan dan belanja diturunkan,” kata Prima.

Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut, Prima mengatakan pihaknya akan mengandalkan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) dengan 4 pilar. Yakni, penurunan ketimpangan vertikal dan horizontal, penguatan fiskal atau local taxing power, peningkatan kualitas belanja daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×