CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.386.000   -14.000   -1,00%
  • USD/IDR 16.295
  • IDX 7.288   47,89   0,66%
  • KOMPAS100 1.141   4,85   0,43%
  • LQ45 920   4,23   0,46%
  • ISSI 218   1,27   0,58%
  • IDX30 460   1,81   0,40%
  • IDXHIDIV20 553   3,30   0,60%
  • IDX80 128   0,57   0,44%
  • IDXV30 130   1,52   1,18%
  • IDXQ30 155   0,78   0,50%

Kemenkes: Bakteri Wolbachia Turunkan Frekuensi Kesakitan Akibat DBD


Jumat, 01 Desember 2023 / 12:22 WIB
Kemenkes: Bakteri Wolbachia Turunkan Frekuensi Kesakitan Akibat DBD
ILUSTRASI. Implementasi teknologi nyamuk dengan bakteri wolbachia berhasil menurunkan incidence rate demam berdarah di Yogyakarta.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, implementasi teknologi nyamuk dengan bakteri wolbachia berhasil menurunkan incidence rate demam berdarah di Yogyakarta.

”Begitu (implementasi Wolbachia) terjadi di Yogyakarta dan kenapa kita senang karena pendekatannya ilmiah, sistematis, dan terstruktur. Bakteri wolbachia ini di nyamuk pun ada, jadi bukan sesuatu yang dibikin-bikin,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Jumat (1/12).

DI Yogyakarta berhasil menurunkan incidence rate demam berdarah di bawah standar WHO, yaitu 1,94 per 100.000 penduduk data pada Juli 2023 dengan mengimplementasikan teknologi Wolbachia. WHO menetapkan standar untuk incidence rate atau frekuensi kesakitan sebesar 10 per 100.000 penduduk. 

Secara umum, frekuensi kesakitan demam berdarah tercatat 28,45 per 100.000 penduduk dan frekuensi kematian 0,73 per 100.000 penduduk. Kasus tersebut didominasi oleh usia 5-14 tahun. 

Baca Juga: WHO: Dunia Berpotensi Kalah dalam Perang Melawan Malaria

“Dengue di Indonesia atau demam berdarah di Indonesia meningkat terus selama mungkin 50 tahun terakhir. Jadi selama 50 tahun terakhir itu pemerintah sudah melakukan segala macam intervensi dan program mulai dari pemberian larvasida,Pemberantasan Sarang Nyamuk, melakukan 3M, membentuk Juru Pemantau Jentik(Jumantik) dan adanya Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik sampai fogging,” ujar Budi.

Budi mengatakan, penelitian teknologi nyamuk ber-wolbachia ini sudah lama dilakukan. Dalam penelitiannya, peneliti menjalankan semua tahapan dan tidak memangkas (bypass) prosesnya. 

Hasil studi Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) tahun 2017-2020 menunjukkan setelah nyamuk ber-wolbachia dilepaskan, kasus dengue menurun hingga 77%.

“Sudah jelas sekali hasil studi AWED begitu wolbachia disebar dengue-nya turun. Jadi secara data, secara sains, secara fakta, sudah jelas. Itu sebabnya kemudian Kemenkes yakin kita terapkan ini (wolbachia),” ungkap Budi.

Selanjutnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan implementasi awal program wolbachia di 5 kota, yakni Semarang, Bandung, Jakarta Barat, Bontang, Kupang, dan terakhir akan di fasilitasi pelaksanaan di Denpasar. Pemilihan wilayah itu berdasarkan analisis insiden dengue, kepadatan penduduk, keterwakilan wilayah, dan komitmen kepala daerah.

Budi menjelaskan, wolbachia adalah bakteri alami yang ada di dalam tubuh beberapa serangga seperti lalat buah, kupu-kupu, ngengat. Wolbachia tidak dapat bertahan hidup di luar sel serangga karena tidak memiliki mekanisme untuk mereplikasi dirinya sendiri tanpa bantuan serangga sebagai inangnya. 

Selain tidak dapat bertahan hidup di lingkungan luar sel inang, wolbachia tidak dapat berpindah ke serangga lain atau manusia, dan wolbachia bukan merupakan rekayasa genetika oleh para ilmuwan.

Baca Juga: Berapa Batas Kritis Trombosit Demam Berdarah? Ini Ciri Demam Berdarah dan Fasenya

Bakteri wolbachia menghambat perkembangan virus dengue di tubuh nyamuk aedes aegypti. Artinya, kemampuan nyamuk dengan wolbachia dalam menularkan virus ke manusia akan berkurang. 

Ketika nyamuk aedes aegypti dengan wolbachia berkembang biak di populasi nyamuk, maka kasus dengue akan menurun. Cara berkembang biak nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia ialah jika nyamuk jantan ber-wolbachia kawin dengan nyamuk betina ber-wolbachia, telurnya akan menetas dan menghasilkan nyamuk ber-wolbachia. 

Kemudian jika nyamuk jantan tidak ber-wolbachia kawin dengan betina ber-wolbachia, telurnya akan menetas dan menghasilkan nyamuk ber-wolbachia. 

Jika nyamuk jantan ber-wolbachia kawin dengan betina tidak ber-wolbachia, maka telurnya tidak akan menetas.

Mengenai proses penyebarannya, sebuah ember memuat 250-300 telur nyamuk, dengan angka penetasan ±90%. Jumlah nyamuk yang akan disebarkan sebesar 10% dari populasi nyamuk di daerah tersebut. 

Penyebarannya dilakukan 12 kali. Artinya, ada pelepasan ± 2-3 nyamuk/meter setiap 2 minggu dan dilakukan sebanyak 12 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×