Reporter: Abdul Basith | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perluasan pengawasan DPR terhadap perjanjian internasional tidak akan memengaruhi perjanjian dagang yang telah berlangsung.
"Perjanjian perdagangan internasional sudah diatur di Undang Undang (UU) No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan," ujar Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Kemdag, Iman Pambagyo saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (29/11).
Dalam UU tersebut, perjanjian dagang dapat dikonsultasikan dengan DPR. Selain itu perjanjian dagang juga perlu disampaikan kepada DPR untuk memutuskan perlu atau tidaknya perjanjian dagang tersebut.
Sebelumnya MK telah memberikan perluasan pengawasan DPR terhadap perjanjian internasional. Hal tersebut berdasarkan hasil uji materiil UU No 24 tahun 2000. MK menerima gugatan terhadap uji materiil pada pasal 10 UU tersebut. Dalam amar putusan, pasal 10 UU 24 tahun 2000 tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Hal tersebut disebabkan pembatasan pengawasan DPR hanya dalam perjanjian internasional tertentu. Pada pasal tersebut terdapat 6 jenis perjanjian internasional yang disyaratkan untuk mendapat persetujuan DPR.
Enam perjanjian tersebut antara lain bila menyangkut:
1. Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
2. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;
3. Kedaulatan atau hak berdaulat negara;
4. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
5. Membentukan kaidah hukum baru;
6. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Terdapat tiga perjanjian dagang yang ditargetkan selesai tahun 2018. Perjanjian dagang tersebut antara lain adalah Perjanjian Kerja sama Ekonomi Komperhensif Indonesia - Australia (IA-CEPA), Indonesia - European Free Trade Association/EFTA (IE-CEPA), dan Indonesia - Mozambik Preferential Trade Agreement (PTA).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News