Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dua bulan sejak Mei sampai Juni akan ada produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 12,39 juta ton. Hitungan Kementerian Pertanian (Kemtan) dari produksi 12,39 juta ton GKG, maka beras yang tersedia selama Mei hingga Juni diperkirakan mencapai 6,96 juta ton beras. Jika kebutuan beras selama dua bulan sebesar 5,34 juta ton, dengan demikian masih ada surplus beras sebesar 1,6 juta ton beras.
Surplus beras atas produksi Mei dan Juni diprediksi membuat harga beras stabil sampai September. Namun, begitu memasuki Oktober, harga beras bakal mahal. Sebab, sejak Juni sampai September petani kesulitan menanam saat datangnya El Nino.
Sedangkan stok beras di Bulog sebesar 1,1 juta ton sampai 29 Mei lalu tidak mencukupi kebutuhan stok beras nasional. Di atas kertas, dengan kebutuhan beras raskin setahun sebesar 3 juta ton, maka Bulog harus memiliki stok sebanyak 1,9 juta ton.
Hitungan selama enam bulan mendatang, penyerapan Bulog 1,5 juta ton. Artinya, Bulog membutuhkan tambahan beras sekitar 400.000 ton. Kondisi ini otomatis membuka kembali rencana impor beras. Impor beras bisa menolong pemerintah selain menjaga stok beras juga menjaga harga beras di bawah Rp 10.000 per kg.
Winarno Tohir, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) menyarankan agar pemerintah memutuskan impor beras paling lambat setelah Lebaran mendatang. Sebab, untuk mendatangkan impor beras dari India atau Vietman dan Thailand butuh waktu sekitar 3 bulan.
"Kalau di lapangan kosong, impor memang harus dilakukan. Pemerintah harus pastikan impor beras itu untuk stok raskin yang dilakukan dengan perjanjian Goverment to Goverment," tandas Winarno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News