kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KEIN: Indonesia harus dorong neraca dagang


Minggu, 20 Agustus 2017 / 12:19 WIB
KEIN: Indonesia harus dorong neraca dagang


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh stagnan di angka 5,01% pada kuartal II 2017 dibanding kuartal sebelumnya. Sementara negara lainnya di Asia berhasil tumbuh lebih tinggi di tengah kondisi politik negara masing-masing yang tidak begitu stabil.

Sebut saja Filipina yang pada kuartal II 2017 berhasil mencatat pertumbuhan 6,5%. Di tengah serangan teror di wilayah Marawi, ekonomi Filipina masih tumbuh dengan kecepatan tertinggi di Asia. Adapun pertumbuhan ekonomi Malaysia pada kuartal II 2017 mencapai 5,8%. Realisasi ini cukup mengejutkan di tengah kondisi politik Malaysia yang tidak begitu stabil.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta melihat, dalam hal ini Malaysia dan Filipina berhasil dengan baik memanfaatkan pembalikan arah ekonomi dunia yang menuju perbaikan. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh negara-negara tersebut karena memiliki level kebijakan ekonomi yang detil.

“Mereka selama ini neraca perdagangannya relatif baik. Kalau Indonesia, dari ekspor impor, dalam konteks PDB baru di tahun ini saja posisinya positif. Mereka bisa memanfaatkan perbaikan ekonomi dunia dengan meningkatkan volume transaksi perdagangan yang berbasis ekspor,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (19/8).

Kedua, menurut Arif, Indonesia di satu sisi memiliki sisi lain yang menekan pertumbuhan ekonomi kuartal II, yaitu kontraksi di konsumsi pemerintah. Padahal, apabila konsumsi pemerintah tidak minus, ekonomi dalam negeri bisa tumbuh lebih tinggi lagi.

“Kalau tidak minus, ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5,1% mungkin 5,16% malah. Tetapi kelihatannya ada tekanan terhadap belanja pemerintah yang diakibatkan oleh penerimaan perpajakan yang tidak sesuai harapan,” jelasnya.

Kemudian, investasi yang masuk ke dalam negeri hanya tumbuh 6%-7%. Seharusnya pertumbuhan itu minimal 10%. Adapun neraca pembayaran atau primary income Indonesia relatif posisinya defisit.

“Biaya yang kita keluarkan untuk bayar tenaga kerja asing misalnya, ternyata masih lebih besar biaya dari yang kita terima dari remittance. Nah, Filipina itu salah satu sumbangan terbesar remittance. Sementara Malaysia tentu saja basisnya ekspor,” kata dia.

Namun demikian, Arif tetap optimistis Indonesia bisa mencatatkan pertumbuhan ekonomi sesuai target pertumbuhan tahun depan. Dengan catatan, pelaksanaan belanja dan penerimaan dilakukan tepat guna dan sasaran.

Menurut Arif, ke depannya harus dilakukan satu skenario yang lebih presisi dalam rangka mendorong neraca dagang agar ekspor tumbuh. Pasalnya, Indonesia walaupun ekspor, tetap ada tekanan terhadap impor karena bahan baku yang masih impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×