kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kebijakan Menteri Luhut di ESDM rawan masalah


Senin, 29 Agustus 2016 / 22:35 WIB
Kebijakan Menteri Luhut di ESDM rawan masalah


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Pelaksana tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Luhut Binsar Pandjaitan dalam hitungan minggu ini sudah melakukan gebrakan di sektor minyak dan gask (migas) maupun pertambangan.

Salah satunya, menuntaskan revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 09/2016 tentang tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang. Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 79/2012 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Juga keputusannya mengenai tandatangan Production Sharing Contract (PSC) Blok East Natuna, yang sedianya dilakukan pada September bulan depan. Hanya saja, gebrakan yang dilakukan oleh Luhut itu, kata Pengamat Hukum dan Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi melanggar UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.

Ahmad bilang, dalam Pasal 14 ayat (7) diatur bahwa pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. “Jadi batasan larangan penggubahan wewenang Plt hanya pada kebijakan strategis tertentu,” terangnya kepada KONTAN, Senin (29/8).

Adapun Peraturan Menteri kata Ahmad , memang dapat dikatakan bukan termasuk ke larangan batasan tersebut. Namun sesungguhnya penetapan Revisi Permen oleh Plt menjadi riskan

Pasalnya, pemegang mandat itu ialah pejabat pemerintahan. Jadi, yang menerima nandat harus menyebutkan atas nama badan dan atau pejabat pemerintahan yang memberikan Mandat.

“Maka tentu akan tidak lazim dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, Dalam hal ini Permen di lembar penetapannya di tandatangani Menko Maritim atas nama Menteri ESDM, ini tidak tepat menurut teori dan ilmu legal drafting,” pungkasnya.

Sementara Sekretaris Jendel (Sekjen) Kementerian ESDM, Teguh Pamudji menilai bahwa sebagi Plt Menteri ESDM, Luhut bisa mengambil keputusan dengan menandatangani Permen. “Karena sesuai Kepres Plt Menteri ESDM berbunyi bahwa tugas wewenang dan tanggung jawab Menteri ESDM itu melekat di Plt. Jadi, beliau punya kewenangan penuh sebagai Menteri ESDM,” tandasnya kepada KONTAN, Senin (29/8).

Apalagi, kebijakan itu memang harus dilakukan demi menunjang tugas Menteri ESDM yang berfungsi sebagai sarana memperlancar kegiatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×