kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kasus Uighur, GP Ansor minta klarifikasi atas lahan minyak dan gas di Xinjiang


Selasa, 17 Desember 2019 / 15:32 WIB
Kasus Uighur, GP Ansor minta klarifikasi atas lahan minyak dan gas di Xinjiang
ILUSTRASI. Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/10). Ketua Umum GP Ansor meminta maaf atas kegaduhan terkait pembakaran bendera yang diyakini sebagai bendera HTI. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pd.


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, tudingan persekusi yang dialami etnis muslim Uighur di Xinjiang tersebut diduga berlatar belakang ekonomi. Menurut Yaqut, berdasar data yang diperoleh pihaknya dan kemudian diolah, kasus yang menimpa etnis Uighur di Xinjiang ini tak lain soal penguasaan lahan saja. Isu agama, budaya dan lainnya, lanjut Yaqut, membuat motif aslinya tampak kabur, dan membuat kasus menjadi semakin rumit.

"Dari data yang kita peroleh, di Xinjiang itu ada beberapa blok migas, sumur gas, dan pipa gas. Bahkan dalam catatan kita pernah ditawarkan 30 blok migas di tahun 2017. Semua bloknya onshore (di daratan). Jadi, berita tentang etnis muslim Uighur dengan segala bumbunya seperti ditulis the Wall Street Journal, saya kira perlu ada klarifikasi. Jangan-jangan ini hanya soal ingin menguasai lahan di Xinjiang yang kaya akan sumber daya alam saja" tandas Gus Yaqut, sapaan akrab Ketum GP Ansor ini, Senin (16/12).

Sebab itu, kata Gus Yaqut, GP Ansor memilih bersikap hati-hati. Namun demikian dia mendesak adanya klarifikasi yang cepat sekaligus tepat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tiongkok, maupun Kementerian Luar Negeri RI mengenai hal ini, dan mendiskusikan apa yang bisa dan sebaiknya Indonesia lakukan untuk menciptakan perdamaian dunia, termasuk di Xinjiang.

Dijelaskan, kasus etnis muslim Uighur tersebut adalah masalah geopolitik. Politisasi terhadap kasus ini, yakni Islam vs Tiongkok justru membuat komplikasi dari kasus yang sudah rumit tersebut, ditambah dengan konstelasi politik hari ini yang cenderung berwujud sebagai "neo cold war geopolitics, di mana ada benturan politik ekonomi dan ideologi antara Barat (Amerika) dan Timur (Tiongkok). 

Di sisi lain, kata Gus Yaqut, GP Ansor memahami bahwa Tiongkok memiliki kepentingan untuk mengundang dan memperkuat hubungan (engagement) dengan para stakeholders dan key opinion leaders dari seluruh negara di dunia, untuk melihat masalah Uighur, termasuk tokoh NU, Muhammadiyah, akademisi, dan lainnya.

"Ansor juga dapat memahami bagaimana Amerika dan aliansinya melalui semua kanalnya bersuara untuk kepentingan dan keuntungan mereka, termasuk Wall Street Journal (WSJ) yang membeberkan laporan terkait hal ini, tapi di saat bersamaan mempromosikan layanan subscribe untuk jadi pembacanya," tutup Gus Yaqut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×