Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Diduga tak membuat putusan atas hasil pemeriksaan terkait pelanggaran kode etik mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto, Majelis Kehormatan Dewan (MKD) digugat oleh sejumlah masyarakat.
Gugatan yang termasuk dalam gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini dilayangkan oleh 17 orang yang terdiri latar belakang yang berbeda-beda yakni mahasiswa, pengacara, dan karyawan swasta.
Kuasa hukum para penggugat yang juga salah satu penggugat Sugeng Teguh Santoso menjelaskan, MKD yang memeriksa Setya ternyata tidak membuat putusan apakah benar melanggar etika atau tidak. "Tidak ada yang tahu kan?," ungkap dia kepada KONTAN, Senin (7/3).
Alasan MKD saat itu, lanjut dia, pada 16 Desember 2015 Setya telah mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. Padahal pelanggaran etika menyangkut jabatan sebagai Ketua DPR dan proses pemeriksaan berkenaan dengan keangggotan Setya sebagai anggota DPR.
Sugeng juga menyampaikan, ditutupnya proses sidang etik oleh MKD telah mengakibatkan ketidakpastian hukum dan menjadi sebuah preseden negatif.
"Ketiadaan putusan melalui sidang terbuka terhadap pemeriksaan ini bisa dinilai sebagai alat untuk kekebalan hukum bagi Setya, karena seharusnya dinyatakan bersalah tapi ini tidak," tambahnya.
Maka dari itu, ia menganggap proses sidang MKD ini tak sejalan dengan peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara MKD. Dengan demikian ia dan 16 orangnya memutuskan untuk mengajukan gugatan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 Desember 2015.
Adapun yang menjadi tergugat adalah seluruh anggota MKD yakni, Surahman Hidayat, Kahar Muzakir, Junimart Girsang, Sufmi Dasco Ahmad, A. Bakri, Adies Kadir, Achmad Dimyati Natakusah, M. Prakosi, Guntur Sasono, Darizal Basir, Syarifuddin Sudding, Sukiman, Risa Mariska, Ridwan Bae, Maman Imanul Haq, Supratman, Andi Agtas, Victor Laiskodat dan Akbar Faizal.
Dalam petitum gugatannya, para penggugat meminta kepada majelis hakim untuk menyatakan penutupan proses sidang pemeriksaan MKD adalam perbuatan melawan hukum.
Kemudian meminta kepada MKD unruk meneruskan proses persidangan sampai adanya putusan yang menegaskan Setya terbukti melakukan pelanggaran atau tidak dan dibacakan dalam sidang MKD yang terbuka untuk umum. Serta menghukum para tergugat untuk meminta maaf secara terbuka kepada para penggugat dan publik melalui media massa nasional.
Menanggapi gugatan tersebut, Habbiburokhman, kuasa hukum para tergugat (kecuali untuk Achmad Dimyati Natakusumah) mengatakan, pihaknya ingin berdamai kepada para penggugat.
"Saya disampaikan oleh para prinsipal untuk sebisa mungkin permasalahan ini diselesaikan di luar persidangan alias damai," aku dia. Pasalnya, ia bilang, sebetulnya secara teknis sudah tak ada masalah dan sudah selesai. Apalagi yang bersangkutan, Setya sudah mengundurkan diri.
"Apalagi formasi MKD juga sudah berubah, sehingga kurang tepat karena mereka sudah tak lagi memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai anggota MKD," tambahnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Sugeng justru membuka lebar pintu perdamaian. Bahkan ia mengaku, sebelumnya salah satu tergugat, Syarifuddin Sudding menghubunginya secara pribadi. "Beliau mengatakan putusan tersebut sebetulnya sudah ada tapi saya bilang coba dijelaskan dalam mediasi," ucapnya.
Sugeng juga bilang, nantinya akan memanfaatkan mediasi untuk melakukan perdamaian. Serta tak lupa meminta kepada para pihak untuk mengutarakan kepada publik putusan tersebut jika sekiranya sudah ada lewat persidangan yang terbuka untuk umum.
"Setidaknya kalau sudah ada putusan dalam pemeriksaan ini, dapat menguatkan perkara Setya di Kejaksaan Agung kalau ia memang bersalah karena melanggar kode etik," tutup Sugeng.
MKD digugat sejumlah masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News