kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Kasus Kartel Minyak Goreng, Bukti yang Diajukan KPPU Dinilai Tidak Cukup Kuat


Senin, 17 April 2023 / 20:45 WIB
Kasus Kartel Minyak Goreng, Bukti yang Diajukan KPPU Dinilai Tidak Cukup Kuat
ILUSTRASI. Stok minyak goreng kemasan bersubsidi Minyakita pada?salah satu gerai pedagang pasar tradisional di?Jakarta.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Laporan baru-baru ini dari Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) mengenai dugaan kartel minyak goreng menyatakan bahwa bukti yang diajukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak cukup kuat untuk menyatakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

Laporan tersebut menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak goreng kemasan pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022 dipicu oleh beberapa faktor, termasuk kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar global akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.

Ketua LKPU-FHUI, Ditha Wiradiputra, menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah untuk mengendalikan harga minyak goreng kemasan justru berdampak negatif, dengan harga yang semakin tinggi dan ketersediaan yang minim di pasar. 

Baca Juga: Akhir Pengusutan Kartel Minyak Goreng

"Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng mengalami beberapa kali perubahan regulasi dalam waktu yang singkat, antara lain melalui beberapa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang dikeluarkan pada tahun 2022," ujarnya dalam keterangannya, Senin (17/4).

Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) melalui Permendag Nomor 2/2022, serta larangan sementara ekspor CPO dan produk turunannya melalui Permendag Nomor 22/2022. Kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan CPO sebagai bahan baku utama dan memastikan ketersediaan minyak goreng di pasar domestik.

Ditha Wiradiputra juga menambahkan bahwa kebijakan HET minyak goreng tidak hanya merugikan produsen karena harus menjual di bawah harga keekonomian, tetapi juga berdampak negatif pada rantai distribusi minyak goreng. 

Penetapan HET di bawah harga keekonomian juga dapat mendorong oknum distributor untuk menimbun produk dan menjual minyak goreng dengan harga yang jauh di atas HET. Selain itu, masyarakat juga terpengaruh secara psikologis dan melakukan pembelian minyak goreng kemasan secara irasional (panic buying).

Baca Juga: Akui Pelanggaran Penjualan Minyak Goreng, PT LBS Ajukan Perubahan Perilaku ke KPPU

Setelah terjadi kenaikan harga dan kelangkaan pasokan minyak goreng pada periode 2021-2022, KPPU melakukan penyelidikan terhadap 27 perusahaan minyak goreng kemasan (Terlapor) atas dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c dalam Undang-Undang Nomor 5/1999. 

Para Terlapor diduga melakukan kesepakatan untuk menaikkan harga minyak goreng pada periode Oktober-Desember 2021 dan Maret-Mei 2022, serta membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×