Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah menyatakan, pihaknya masih akan fokus atas proses persidangan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung terkait skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Kita sekarang sedang fokus ke terdakwa SAT dulu, karena ini juga masih dalam masa persidangan. Yang paling penting dalam waktu dekat adalah soal membuktikan tindakan terdakwa dalam kasus ini, " kata Febri kepada KONTAN, Jumat (22/6) di Kantor KPK, Jakarta.
Oleh karenanya, pengembangan kasus BLBI disebutkan Febri belum akan beranjak jauh dari tindakan Syafruddin. Meski demikian, Febri tak menampik bahwa akan menindaklanjuti temuan-temuan dalam persidangan Syafruddin.
Termasuk, keterangan dari Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Iwan Ridwan Prawiranata yang bersaksi dalam sidang Syafruddin di Pengadilan Tipikor, Jakarta Kamos (22/6).
Dalam sidang, Iwan menyatakan adanya penyalahgunaan pengunaan dana BLBI kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), yang ketika itu dipegang Sjamsul Nursalim sebagai pemilik saham mayoritas.
Penyelewenangan dikatakan Iwan terjadi lantaran dana BLBI yang mengucur ke BDNI kemudian diberikan kepada perusahaan Sjamsul pula.
"Apakah ada kaitan dengan Sjamsul, Nursalim, BDNI, tentu ada kaitannya, ada di mana kaitannya? Siapa saja yang terlibat? itu proses lebih lanjut yang akan dikembangkan," jelas Febri.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga mengatakan hal yang sama. Ia bilang KPK memang memiliki kewajiban mengembangkan temuan persidangan.
"Segala hal yg muncul di persidangan KPK punya kewajiban mengembangkan lebih lanjut, sejauh apa itu bisa dikembangkan tentu tergantung pembuktiannya," katanya saat dihubungi KONTAN, Jumat (22/6).
Sementara Syafruddin mulanya ditetapkan jadi tersangka oleh KPK lantaran diduga memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul pada 2004 atas utang BDNI yang dikucurkan melalui BLBI senilai Rp 4,8 miliar pada 1998. Padahal belum semua kewajiban BDNI dituntaskan.
Diketahui Sjamsul hanya pernah menyerahkan perusahaan tambak udang miliknya, PT Dipasena yang ditaksir nilainya mencapai Rp 1,1 triliun. Namun setelah dilelang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero), penjualan Dipasena hanya menghasilkan Rp 220 miliar. Sehingga masih ada Rp 4,58 triliun lagi yang dihitung sebagai kerugian negara, atas keluarnya SKL kepada BDNI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News