kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Karpet merah Omnibus Law Perpajakan untuk pajak dividen


Selasa, 21 Januari 2020 / 22:56 WIB
Karpet merah Omnibus Law Perpajakan untuk pajak dividen
ILUSTRASI. Sejumlah wajib pajak antre untuk melakukan pelaporan SPT Pajak Tahunan di Kantor KPP Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jum'at (22/2/2019). Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SP


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian atau Omnibus Law Perpajakan sudah rampung dan segera dibahas di DPR.

RUU yang merupakan mandatori langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini akan mengubah konsep perpajakan luar negeri dari worldwide system jadi territorial system.

Beleid tersebut mengatur dalam territorial system penghasilan dari luar negeri berupa dividen dari entitas terbuka atau tertutup yakni penghasilan Badan Usaha Tetap (BUT) di luar negeri yang diinvestasikan di Indonesia tidak dikenai pajak penghasilan (PPh).

Spesifiknya, aturan baru mengatur jika wajib pajak (WP) merepatriasi dividen sekurang-kurangnya 30% akan dibebaskan dari PPh atas Dividen

Dalam hal ini, ketentuan PPh atas Dividen dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan akan disapu.

Pada, Pasal 18 Ayat 2 UU PPh menyebutkan otoritas pajak berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek.

Ada dua ketentuan yang diatur. Pertama besarnya penyertaan modal wajib pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor. Kedua, secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor.

Terkait hal ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek yang merupakan controlled foreign company (CFC) rulesyang saat ini berlaku di Indonesia.

Menurut PMK tersebut, WPDN yang memiliki saham di luar negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan persentase kepemilikan minimal sebesar 50% dan saham tersebut tidak terdaftar di bursa saham maka akan dikenai deemed dividend.

Deemed dividend adalah dividen yang ditetapkan dan diperoleh WPDN atas penyertaan modal pada Badan Usaha Luar Negeri (BULN) non-bursa terkendali langsung.

Setali tiga uang, dari sana wajib pajak bisa mengetahui besaran PPh atas Dividen yang dibayarkan. Nah, dalam aturan baru di Omnibus Law Perpajakan, pemerintah belum mengatur lebih lanjut soal model penyesuaian CFC rule yang baru.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, ketentuan mengenai CFC rule pastinya akan mengalami penyesuaian nantinya.

Lebih lanjut, ketentuan CFC rule akan diatur dalam aturan pelaksana seperti PMK. “Sejalan dengan hal tersebut, kami sedang menyusun kembali ketentuan CFC rule, saya belum bisa sampaikan saat ini,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Selasa (21/1).

Bila ketentuan CFC rule ini belum diatur, ini makin menguntungkan WPDN terkait setelah persentase kepemilikan saham dikurangi.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai dalam konteks tersebut, maka relevansi dari ketentuan CFC perlu ditinjau kembali untuk tetap menerapkan juga ketentuan CFC di mana secara proporsional terhadap jumlah kepemilikannya,

“Akan selalu terdapat penghasilan dari entitas terkendali yang dianggap sebagai dividen yang dialirkan kepada induknya di Indonesia, terlepas dari apakah secara aktual dilakukan atau tidak,” kata Bawono kepada Kontan.co.id.

Secara umum Bawono menilai aturan pengenaan PPh atas Dividen dari luar negeri sebetulnya masuk di kategori hybrid system atau gabungan antara worldwide system dan territorial system.

Sebab, seharusnya sikap asli territorial system seharusnya WPDN terkait, benar-benar dibebaskan atas PPh atas Dividen di luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×