Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) kembali mendesak pemerintah untuk segera menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kadin beralasan, pengeluaran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sudah tidak efisen lagi, karena telah terkuras untuk subsidi energi termasuk bahan bakar minyak (BBM), pengeluaran untuk belanja pegawai dan belanja barang, serta desentralisasi keuangan yang belum efektif.
"Akibat struktur fiskal yang lemah seperti ini dan telah mengalami defisit primer, maka pengeluaran untuk kebutuhan infrastruktur tidak maksimal," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya N. Bakrie Rabu (6/3). Terlebih subsidi yang besar untuk BBM pun membuat kebutuhan akan valas terutama dollar AS semakin besar yang akhirnya menekan nilai tukar rupiah.
Ini boia memberikan dampak juga terhadap neraca perdagangan migas yang mengalami defisit mencapai US$ 5,1 miliar pada 2012 lalu. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan defisit 2011 lalu yang 'hanya' US$ 0,7 miliar. Lonjakan ini dipicu oleh kenaikan impor minyak.
Menurut Ketua Lembaga Pengkajian, Peneliatan dan Pengemabangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Didik Rachbini, subsidi energi yang mencapai Rp 300 triliun tidak tepat sasaran. Seharusnya dana tersebut bisa digunakan sektor lain yang lebih berprospek dalam jangka menengah dan panjang seperti pembangunan infrastruktur.
Anin mengakui, opsi kenaikan harga BBM ini tidaklah mudah karena memiliki dampak negatif. Terlebih, Indonesia akan memasuki tahun politik yang pastinya membuat pemerintah pun semakin sulit mengambil kebijakan tersebut. Tapi Kadin tetap berharap agar dunia usaha dan masyarakat luas tetap mendapatkan layanan maksimal selaras dengan pajak yang sudah diberikan ke negara.
Caranya, tentu saja dengan merelokasi pengeluaran anggaran dari subsidi energi ke pengeluaran infrastruktur, perbaikan sistem logistik nasional maupun untuk pengentasan kemiskinan. Apalagi kondisi impor migas yang semakin besar membawa tekanan yang tinggi pada ekonomi dalam negeri terutama masalah inflasi dan nilai tukar rupiah.
Cuma, Kadin tidak memiliki formula perhitungan mengenai berapa seharusnya kenaikan yang diterapkan pemerintah. Kadin menilai seharusnya semua kalangan diikut sertakan untuk perhitungan untuk kenaikan BBM agar tidak kembali ditolak masyarakat.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Publik Perpajakan dan Kepabeanan Haryadi B. Sukamdani mengatakan, kenaikan harga BBM bisa meningkatkan daya saing produk Indonesia yang selama ini selalu kalah dengan produk asing yang harganya jauh lebih murah. "Biaya produk Indonesia itu mahal karena biaya logistiknya tinggi karena tidak ada pelabuhan," jelasnya.
Belum adanya pelabuhan baru tersebut karena tak adanya anggaran untuk pembangunan pelabuhan di APBN. Menurut Haryadi, hal tersebut dapat diambil dari subsidi BBM. "Sebenarnya tahun 2011 lalu itu cocok untuk kenaikan BBM, saat itu inflasi rendah dan kuota BBM pun tengah naik," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News