kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kabateck LLP: Hak korban Lion Air tak bisa disandera


Selasa, 18 Desember 2018 / 22:38 WIB
Kabateck LLP: Hak korban Lion Air tak bisa disandera
ILUSTRASI. ASPIRASI KELUARGA KORBAN LION AIR JT610


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim pengacara korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 penerbangan Jakarta – Pangkalpinang yang dipimpin Kabateck LLP menegaskan, para korban harus tetap mendapatkan hak asuransi Rp 1,25 miliar sesuai aturan yang berlaku di Indonesia, meskipun mereka menggugat The Boeing Company, produsen pesawat terbang Boeing 737 Max 8 di Amerika Serikat.

Tim Kabateck baru-baru ini memperoleh dokumen yang harus ditandatangani oleh ahli waris untuk melepaskan dan tidak melakukan gugatan kepada Boeing dan pihak-pihak terkait jika ingin mendapatkan dana asuransi tersebut.

“Jika dokumen pelepasan ahli waris tersebut adalah benar dan asli, kami yakin bahwa terdapat upaya yang tidak pantas dan ilegal untuk memaksa keluarga korban Lion Air JT 610 menyerahkan haknya. Kami selalu percaya bahwa Boeing bertanggungjawab atas tragedi ini dan harus memikul tanggungjawab tersebut,” kata Brian S. Kabateck, pendiri Kabateck LLP dalam keterangannya, Selasa (18/12).

Kabateck selama ini dikenal sebagai  advokat terkemuka di Amerika Serikat dan sering memberikan analisis kritis di berbagai media internasional.

Para advokat yang mewakili para keluarga korban tragedi Lion Air menggugat Boeing atas kelalaian yang mengakibatkan kematian (wrongful death). Gugatan ini diajukan di Cook County, negara bagian Illinois, Amerika Serikat lokasi kantor pusat produsen pesawat terbang tersebut.

Gugatan diajukan setelah 189 orang kehilangan nyawa dalam kecelakaan yang membuat pesawat terjun bebas akibat kesalahan sistem anti-stall dan maneuvering characteristics augmentation system (MCAS), serta kelemahan petunjuk penerbangan dan prosedur operasional Boeing. Saat ini, Pesawat 737 MAX 8, generasi terbaru dari jajaran pesawat seri 737 buatan Boeing tengah diperiksa.

Di Amerika Serikat, kolaborasi tim hukum para penggugat terdiri Brian S. Kabateck, Christopher Noyes, Shant Karnikian dan Brian Hong dari Kabateck LLP dengan kantor advokat asal Amerika lainnya, yaitu Steven Hart dan John Marrese dari firma asal Chicago, Hart, McLaughlin & Eldridge serta Sanjiv Singh dari firma hukum asal San Mateo, CA, SNS PLC.

Kabateck juga menggandeng Kantor Advokat Kailimang & Ponto di Indonesia untuk memastikan seluruh keluarga korban mendapatkan perlindungan hukum dan menerima pembayaran asuransi sesuai aturan hukum di Tanah Air, meskipun proses gugatan di Amerika Serikat sedang berjalan.

“Kami sudah bergabung dalam koalisi advokat termasuk tim Indonesia di bawah Kantor Advokat Kailimang & Ponto untuk melindungi keluarga korban. Kami akan memastikan bahwa pihak keluarga seharusnya dapat bergabung mengajukan gugatan di Amerika Serikat melawan Boeing dengan tetap menerima pembayaran asuransi dari agen Lion Air,” tegas Kabateck.

Kantor Advokat Kailimang & Ponto saat ini secara langsung mendampingi keluarga para korban untuk memastikan mereka dapat menggugat Boeing dan mendapatkan pembayaran asuransi secara bersamaan.

“Kami selalu siaga bersama dengan tim Amerika Serikat untuk memastikan hak keluarga di Indonesia terlindungi dan tidak dirugikan akibat kondisi ini. Kami juga akan memastikan bahwa setiap keluarga yang bergabung dalam gugatan ke Boeing akan mendapatkan pembelaan guna melindungi hak-hak mereka untuk mendapatkan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” pungkas Harry Ponto, pendiri Kantor Advokat Kailimang & Ponto.

Pasal 3 poin a Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara menyebutkan penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara akibat kecelakaan pesawat udara diberikan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar.

Kondisi ini dipertegas dengan Pasal 23 yang menyatakan besaran kerugian juga tidak menutup kesempatan penumpang, ahli waris, penerima kargo, atau pihak ketiga menuntut ke pengadilan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×