kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Juru survei SBY bicara alasan Boediono jadi Wapres


Selasa, 28 Januari 2014 / 15:52 WIB
Juru survei SBY bicara alasan Boediono jadi Wapres
ILUSTRASI. Faktor Risiko Diabetes Melitus.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Nama Boediono dipilih calon wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pemilu 2009 sudah dijelaskan dalam bukunya, 'Selalu Ada Pilihan.' Dalam buku karangannya, SBY menjelaskan memilih Boediono karena tertinggi hasil survei.

Belakangan mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli disomasi oleh pengacara pribadi SBY dan keluarga. Somasi ini buntut pernyataan Rizal di sebuah televisi nasional, bahwa SBY melakukan gratifikasi jabatan kepada Wakil Presiden Boediono.

Bagaimana sebetulnya kisah SBY sampai harus meminang Boediono sebagai cawapresnya pada 2009 silam? Secara terang, dalam bukunya SBY mengaku memilih Boediono berdasar hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani. Hasilnya, Boediono tertinggi.

Di kantor Saiful Mujani Research and Consulting Jalan Kusuma Atmaja No 59, Menteng, Jakarta, Senin (27/1/2014) malam, Saiful membeberkan kepada Tribunnews.com soal survei kenapa Boediono pada akhirnya dipilih mendampingi SBY dalam pilpres 2009.

"Saya jauh-jauh hari sebelum mau pencalonan presiden sudah mengenal secara langsung Pak SBY. Profesi saya pollster, tukang survei. Di antara elite politik yang percaya survei Pak SBY," kata Saiful membuka obrolan dengan Tribunnews.com, di ruangan kerjanya.

Sedikit menengok masa lalunya kala menjadi pollster di Lembaga Survei Indonesia, kebijakan dan program pemerintah menjadi subjek penelitian. Ketika SBY jadi presiden 2004, hasil survei LSI dipantau sebagai cermin persepsi publik atas kinerja pemerintahan.

Pada 2008, LSI melakukan survei soal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak ketiga kalinya. Hasilnya kinerja Pemerintahan SBY-Kalla dikritik keras.

"SBY memanggil ingin tahun lebih dalam soal survei itu. Dari situ SBY secara reguler minta masukan kepada saya secara pribadi," cerita Saiful.

Memasuki tahun panas politik 2009, mendekati pemilu presiden, nama SBY memang mentereng dibanding calon presiden lainnya. Namun, ia tetap butuh seorang wakil presiden untuk pendampingnya. Karena percaya survei, SBY memanggil Saiful.

Persiapan menjaring cawapres dilangsungkan SBY dengan mengundang Saiful ke rumahnya di Cikeas. Obrolan hanya empat mata bertempat di perpustakaan pribadi SBY, dan meminta Saiful memberi masukan kira-kira siapa saja cawapresnya nanti.

"Pertanyaan umumnya siapa yang bisa mendampinginya sebagai wapres," ungkap Saiful yang kini mendirikan SMRC. Ia kemudian memberi masukan agar SBY melihat para menterinya yang senior yang duduk dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I.

Sebagai pollster, lanjut Saiful, hanya bisa mengecek seorang cawapres, apakah mendapat penerimaan atau penolakan di mata publik. Dalam arena brainstorming keduanya, ada tiga nama menteri senior yang masuk radar, salah satunya Boediono.

Saiful turun ke lapangan, dan mensurvei nama yang disodorkan SBY. Responden terdiri tiga lapisan, yakni elite intelektual, termasuk Pemred media massa, kelas menengah, dan masyarakat umum. Cawapres yang disurvei didasari pada penilaian integritas, akseptabilitas, dan kapabilitas.

"Hasil akhir survei nomor satunya adalah Pak Boediono. Skornya rata-rata Pak Boed paling tinggi dari integritas, kapabilitas dan akseptabilitas. Skoringnya dari 1 sampai 10. Pak Boed di kalangan responden elite intelektual rata-rata memberi angka 8 ke atas" katanya.

Menurut Saiful, pilihan SBY terhadap calon wakil presidennya juga disesuaikan dengan kriteria tertentu, meski sebagai Capres cukup percaya diri.

"Maka dicarilah wakilnya yang memang bukan politisi biasa. Agar Cawapresnya ini tidak membuat masyarakat menolak," ungkap Saiful. (Yogi Gustaman)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×