kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Jokowi tegaskan menteri yang maju caleg bisa ajukan cuti


Jumat, 06 Juli 2018 / 17:54 WIB
Jokowi tegaskan menteri yang maju caleg bisa ajukan cuti
ILUSTRASI. Presiden Jokowi tinjau pameran Livestock


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan menteri yang ingin mengajukan sebagai calon legislatif di Pemilu 2019 tidak perlu mengundurkan diri.

"Ya izin saja bisa, kalau mau kampanye" ungkapnya di JCC Senayan, Jumat (6/7). Tapi ia juga memperingatkan meski izin untuk kampanye, jangan sampai aktivitas tersebut mengganggu tugas di kepemerintahan.

Lalu bagaimana dengan kekosongan jabatan nantinya? Untuk itu Presiden bilang bisa saja digantikan dengan pejabat yang lain. "Bisa menko atau menteri lain, sama saja kalau ke luar negeri seminggu juga ada yang gantiin," jelas Presiden.

Meski begitu, dirinya mengaku belum ada laporan dari menteri terkait yang ingin maju caleg di tahun depan. Sekadar tahu saja, Pernyataan Presiden itu juga telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi pada Januari 2014 yang tidak mengharuskan menteri mengundurkan diri jika ingin maju sebagai Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Pasalnya, berdasarkan UU Pemilu Legislatif Pasal 51 ayat 1 dibilang, yang diwajibkan mengundurkan diri jika ingin maju sebagai caleg adalah Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas dan Karyawan pada Badan Usaha Milik Negara dan/ atau Badan Usaha Milik Daerah atau Badan lain yang keuangannya bersumber pada keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

Sementara mengenai keharusan menteri untuk mengundurkan diri, Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat bahwa Undang-Undang memberikan pembatasan persyaratan bagi warga negara yang mengemban jabatan tertentu yang hendak mencalonkan diri untuk dipilih dalam Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD, masing-masing pembatasan oleh Undang-Undang memiliki legal reasoning tersendiri.

Sehingga menurut MK pembatasan demikian merupakan pilihan kebijakan pembentuk Undang-Undang yang terbuka (opened legal policy) yang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Apalagi, jabatan menteri adalah jabatan politik yang eksistensinya sangat bergantung pada Presiden.

Sepanjang Presiden memerlukan menteri yang bersangkutan dapat dipertahankan atau sebaliknya. Karena betapapun besarnya kewenangan menteri, namun segala kebijakan yang dibuat menteri, tidak terlepas dari kontrol Presiden, karena menteri adalah pembantu Presiden sebagaimana dimaksud Pasal 17 UUD 1945.

Berbeda dengan jabatan lain seperti bupati yang dipilih secara demokratis, eksistensinya bergantung pada yang bersangkutan. Berbeda pula dengan pejabat BUMN yang terikat pada aturan disiplin di lingkungan BUMN dan pemegang saham.

Sehingga, jika ada yang mengkhawatirkan bahwa menteri yang mencalonkan diri dalam Pemilu potensial akan menyalahgunakan kekuasaan, dan memanfaatkan fasilitas Pemerintah untuk kepentingan pencalonannya, hal tersebut memang bukan tidak mungkin terjadi. Tapi, menurut MK, ada mekanisme kontrol dari Presiden, DPR, maupun oleh masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×